Saturday, February 2, 2013

0 KEMISKINAN


Kemiskinan menjadi perhatian utama pembangunan yang direncanakan pemerintah selama beberapa dekade. Bahkan bisa dikatakan bahwa muara besar dari perencanaan pembangunan hingga abad 21 ini masih berkutat pada pengentasan dan penanggulangan kemiskinan. Pascakrisis 1998 yang melanda Indonesia misalnya, yang paling menonjol adalah munculnya program pengentasan kemiskinan pada berbagai sektor yang ditangani pemerintah. Misalnya, di sektor Kehutanan terdapat program Padat Karya Kehutanan, di sektor kesehatan bersinergi dengan Depnaker, Koperasi dan UKM terdapat Program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Untuk program sarana dasar terdiri dari; P2KP, P3DT, PEMP, PM3K, PPK, IDT, dan terakhir program beras miskin (Raskin). Selain itu, ada juga program untuk pengembangan ekonomi produktif misalnya: P4K, UPPKS, P3EL, USP/ KSP, dan LKM. Di bidang pendidikan ada program; Biaya Operasional Sekolah (BOS), di bidang kesehatan ada WSLIC, JPS Kesehatan, program subsidi BBM, infrastruktur desa hingga subsidi di sektor perikanan dan kelautan. (Jumansyah dan Ahmad Zaini, 2006:5). Melihat begitu banyak program yang dilaksanakan pemerintah untuk pengentasan dan penanggulangan kemiskinan, semestinya kita sudah bergerak melampau kondisi yang disebut miskin (secara absolut). Namun yang terjadi, kemiskinan tetap menjadi persoalan utama dan mendasar di negeri ini. Apakah ini berarti kita belum bergerak maju dari kondisi sebelumnya? Jawabannya bisa sangat panjang dan beragam, dan kemudian kita dapati benang merah bahwa kemiskinan merupakan kenyataan yang selalu ada dalam tradisi manusia. Dalam tradisi keilmuan, kemiskinan belum menjadi konsep yang legitimate karena begitu banyak ragam dan kriteria untuk menentukannya.

Di antara begitu banyak ragam konsep kemiskinan yang ingin diukur oleh para pakar, muncul pula suatu pendekatan baru sebagai jalan tengah, yaitu pendekatan dengan menggunakan metode Analisis Kemiskinan Partisipatif (AKP). Secara keilmuan, metode ini bisa jadi tidak digunakan sebagai salah satu tools untuk membangun teori yang bersifat umum, tetapi semata-mata untuk bisa membangun suatu konsep yang hanya bisa menjelaskan obyek/subyek itu sendiri. Sebagai instrument yang digunakan untuk orientasi pengambilan kebijakan pembangunan, AKP tentu menjadi instrumen yang bisa dicoba untuk menganalisis kondisi faktual kemiskinan masyarakat. Paling tidak instrumen AKP bisa menghindarkan pelaku perencaan terjebak dalam kesalahan memahami kondisi dan akar masalah kemiskinan yang muncul di tengah masyarakat.

Untuk kasus Sumbawa, bisa kita bedah kondisi kemiskinannya. Menurut versi BPS, untuk Pra Keluarga Sejahtera (PraKS) berturutturut dari tahun 2004–2007 adalah, 17.784 (18,92 persen), 19.9225 (20,40 persen), 22.256 (22,17 persen), dan 22.510 (22,24 persen). (Progress Report Bupati Sumbawa Tahun 2008). Data yang berbeda akan didapatkan jika merujuk pada instansi atau dinas yang lain. Misalkan data BKBPP tentang persentase Pra KS Kabupaten Sumbawa tahun 2003 adalah sebesar 59,39 persen, kemudian tahun 2006 turun menjadi 48,8 persen, dan tahun 2007 turun lagi menjadi 47,75 persen. Selain dari sisi jumlah, trend dari dua data ini juga menunjukkan perbedaan, di mana data BPS memperlihatkan trend yang meningkat sedangkan menurut versi BKBPP kemiskinan meski jumlahnya relative besar namun trend dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan.

Berdasarkan data kuantitatif tentang kemiskinan tersebut, ternyata sampai sekarang justru masih menimbulkan kontaversi. Untuk lebih memantapkan pemahaman kita terhadap kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Sumbawa, maka penelitian ini dilakukan dalam upaya menggali secara lebih mendalam tentang akar masalah kemiskinan yang terjadi di daerah pedesaan selama ini, bukan hanya dari sisi kuantitatif, akan tetapi penting juga dikaji secara kualitatif berdasarkan kondisi riel para pelaku hidup dari masyarakat desa itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah sentral dan tujuan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu tentang karakteristik dan akar masalah kemiskinan yang ada di masing-masing tipologi desa yang diteliti.

Untuk membahas masalah kemiskinan sebagai fokus penelitian ini, digunakan berbagai konsep/teori, antara lain dalam World Summit for Social Development, Kopenhagen (1995) dikemukakan bahwa, kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan, kelaparan dan kekurangan gizi, rendahnya tingkat kesehatan, keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tidak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat, kehidupan bergelandangan dan tempat tinggal yang tidak memadai, lingkungan yang tidak aman, serta diskriminasi dan keterbelakangan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya.

Pendekatan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menentukan penduduk miskin adalah pendekatan basic needs, di mana kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, baik untuk kebutuhan makanan maupun untuk kebutuhan non makanan. Indikator yang digunakan adalah Head Count Index (HCI) yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Standar untuk kebutuhan makanan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk kebutuhan makanan yang menghasilkan energy 2100 kalori per hari, sedangkan untuk kebutuhan non makanan adalah besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan minimum seperti untuk perumahan, penerangan, bahan bakar, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang tahan lama dan barang jasa esensial lainnya.

Tinjauan lain menurut ilmu ekonomi, yang menjelaskan bahwa karakteristik kemiskinan absolut merupakan dampak dari perpaduan antara tingkat pendapatan per kapita yang rendah dengan distribusi yang sangat tidak merata. Michael P. Todaro menjelaskan karakteristik ekonomi masyarakat miskin, yaitu; (1) kemiskinan di pedesaan sebagai generalisasi pertama yang terbilang paling sahih (valid) mengenai penduduk miskin, di mana mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan dengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat kaitannya dengan sektor ekonomi tradisional tersebut, (2) kaum wanita, sebagai generalisasi penting kedua, di mana kemiskinan lebih banyak diderita oleh kaum wanita. Wanita adalah kelompok yang paling sering menderita kekurangan gizi, paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya (Todaro, 2000: 200-201).

Ahli ekonomi lainnya, mengelompokkan ukuran kemiskinan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut, diartikan sebagai suatu keadaan dimana tingkat pendapatan dari seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, permukiman, kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini terkait dengan batasan pada kebutuhan pokok atau kebutuhan minimum. Sayogyo (1977) menyatakan bahwa untuk daerah perkotaan kebutuhan minimal perkapita setara dengan 420 kg beras per tahunnya, dan untuk daerah perdesaan 320 kg. Kemiskinan relatif berkaitan dengan distribusi pendapatan yang mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif, seseorang yang telah mampu memenuhi kebuthan minimumnya belum tentu disebut tidak miskin, karena apabila dibandingkan dengan penduduk sekitarnya, bisa jadi ia memiliki pendatapatan yang lebih rendah.

Kemiskinan, khususnya kemiskinan di kota erat kaitannya dengan langkanya peluang kerja yang produktif. Penduduk, baik pendatang (urbanis) maupun penduduk kota yang baru masuk angkatan kerja, dengan kemampuan yang dimiliki menciptakan kesempatan kerja dengan memanfaatkan kehidupan kota. Jika dipandang dari sudut ekonomi, maka ada beberapa faktor penyebab kemiskinan yaitu: (1) secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi yang timpang. Penduduk miskin memiliki sumberdaya terbatas dan kualitasnya rendah, (2) kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya juga rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan, (3) kemiskinan muncul akibat perbedaan akses pemanfaatan dan sumberdaya dan modal, (4) di daerah perkotaan, derasnya arus migrant masuk juga memberi dampak terhadap semakin banyaknya penduduk dalam kategori miskin. Prilaku para migran dalam kehidupan kota yang sedemikian rupa, yakni pengeluaran yang serendah-rendahnya di daerah tujuan (kota) agar dapat menabung untuk dapat di bawa pulang ketika mereka mudik ke kampung halaman (daerah asal), dan (5) terputusnya akses pengairan di sebagian lahan pertanian, berdampak pada perubahan perilaku petani. Apabila petani tidak dapat segera mengantisipasi perubahan tersebut, mereka akan kesulitan untuk melakukan aktivitas produktif di bidang pertanian. Optimalisasi lahan yang telah terputus akses pengairannya perlu segera dipolakan agar kemanfaatannya oleh petani dan masyarakat perkotaan dapat dirasakan.


Sumber; http://publikasiilmiah.ums.ac.id



Post a Comment

komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau

Simak juga Post Sarjana Muda 45 Minggu ini

Hidup hanyalah sekedar jalan-jalan untuk menikmati kehidupan, hidup hanyalah sekedar hembusan nafas untuk melangkah menikmati jeruji Tuhan, hidup hanyalah gambaran Tuhan akan kehidupan yang lebih abadi. Oleh karena itu…, tak perlu rebut, tak perlu risau, tak perlu bingung, tak perlu galau, tak perlu merasa tertipu, tak perlu merasa bahwa hidup ini tak adil, tak perlu memberontak, tak perlu bangga, tak perlu sombong. Yang perlu kita lakukan adalah menikmati setiap proses yang ada, karena proses akan menentukan bahwa jalan-jalan dibumi yang kita lakukan sukses atau gagal. (Surga ataukah Neraka).

Data Pengunjung

Popular Posts

My Archive RLM

 

Negara Pengunjung RLM


PUTRA NTB MENULIS
SEO Stats powered by MyPagerank.Net

Statistic RLM

LOGO

LOGO
PUTRA LOMBOK MENULIS "BATUJAI"

Translate