Monday, December 2, 2013

0 PARIWISATA: MASYARAKAT PESISIR PANTAI (Peran Pekerja Sosial Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Lombok Tengah Kajian Teoritis)






A.    Pariwisata Lombok Tengah
Kehadiran Bandara internasional Lombok (BIL) menjadi salah satu nilai poin yang dimiliki oleh kabupaten Lombok Tengah, kehadiran ini membawa angin segar bagi pertumbuhan ekonomi dan budaya serta pariwisata. Hal ini dikarenakan bandara internasional Lombok menjadi gerbang masuk bagi pendatang manca negara maupun pendatang dari luar pulau NTB seperti pulau jawa dan lainnya.
Kehadiran BIL, terutama bagi penduduk setempat, seperti; tanak awu, ketare, sengkol, penujak, batujai dan sekitarnya serta pariwisata Lombok tengah bagian selatan ini. Dengan demikian, perlu adanya paradigm baru dalam menyiapkan generasi muda maupun masyarakat untuk mengawali dan memulai dalam menghadapi tantangan kedepan, jika tidak, generasi muda atau masyarakat secara umum terus akan menjadi budak di tanah air sendiri, serta menjadi rakyat miskin yang meminta-minta tanpa ada kreativitas sama sekali, namun dibalik itu, pemerintah atau elit politik semakin gemuk dan nyaman tanpa kurang satu apa pun.
Misalnya; kondisi masyarakat desa mekar sari yang sampai saat ini masih dibawah garis kemiskinan, masyarakat masih mengandalkan kreativitas apa adanya, dengan kondisi rumah yang sederhana, beralaskan teras yang masih tradisional (tanah), dengan tembok yang terbuat dari pager serta beratapkan alang-alang. Kondisi ini bagi saya pribadi sangat memperihatinkan, apalagi dengan mata pencaharian sebagian besar masyarakat mekar sari adalah petani. Dibalik itu, desa mekar sari adalah salah satu desa dengan potensi pariwisata yang bagus, dengan laut yang luas dan tradisi yang unik, sehingga pemerintah harus menyiapkan konsep yang matang untuk menjamin kehidupan mereka dengan layak. Seperti; pengembangan skill, pendidikan, kesehatan, dan memberikan modal sebagai langkah untuk membangun kehidupan mereka.


Ada pun beberapa pariwisata yang berada Lombok tengah, antara lain;
1.      Pantai Kuta
2.      Pantai Tanjung Aan
3.      Pantai Are Guling
4.      Pantai Mawun
5.      Pantai Tampah
6.      Pantai Mawi
7.      Pantai Selong Belanak
8.      Dll.

B.     Pemerintah, Modal Sosial dan Masyarakat Pesisir Pantai
1.      Pemerintah
Menurut saya, pembangunan konsep dalam pengembangan masyarakat, khususnya daerah pesisir pantai masih tumpang tindih, tidak adanya komunikasi tiga komponen dalam masyarakat, (tokoh masyarakat (pemerintah), tokoh agama atau adat dan pemuda). Ketiga hal tersebut menjadi salah satu pemicu kegagalan setiap program yang dilakukan oleh pemerintah, walau pada dasarnya program itu dianggap berhasil dan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat. Misalnya; Nelayan yang ada di Tampah, are guling, mawi dan mawun. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005, salah satu mata pencaharian masyarakat pesisir pantai adalah budidaya rumput laut (geranggang), komoditi rumput laut pantai selatan menjadi salah satu tren yang menjanjikan pada waktu itu, sehingga hampir seluruh penghuni daerah pesisir pantai menggeluti budidaya rumput laut ini.[1]
Mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2007, masyarakat pesisir pantai yang berprofesi sebagai pembudidaya rumput laut, semakin berkurang akibat hasil yang semakin merugi (tidak menguntungkan). Pada tahun 2008 yang membudidayakan rumput laut bisa dihitung dengan jari. Sehingga pertengahan 2009 budidaya rumput laut didaerah pesisir pantai tampah[2] hilang bagai ditelan bumi. Para Nelayan beralih profesi menjadi petani tembako, kacang panjang, tomat, cabai besar dan kecil. Kendati demikian, budidaya rumput laut yang pernah menjadi andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dibiarkan hilang begitu saja oleh pemerintah setempat. Tidak ada tindak lanjut agar budidaya rumput laut terus dilakukan. Dan sekarang ini, hanya sebagian masyarakat daerah pantai are guling yang masih membudidayakan rumput laut, selain itu sudah tidak ditemukan sama sekali.
Konsep dalam pengembangan masyarakat pesisir pantai maupun masyarakat yang bukan pesisir pantai terjadi miskomunikasi,[3] tokoh agama dan adat hanya sebatas nama di mata pemerintah, janji manis pemegang kebijakan atau elit politik hanya sekedar angin berlalu, tokoh agama dan pemuda tidak memiliki fungsi sebagaimana mestinya. Generasi muda sebagai calon pemimpin masa depan tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga banyak pemuda pesisir pantai yang menikah dini dan pergi menjadi TKI di Malaysia. Salah satunya adalah anak dari keluarga Amak Asip dan Inaq Asip, yakni; Amin dan Asip.[4] Pada tataran pemerintah, kebijakan maupun program yang dilaksanakan hanya sebatas formalitas, alih-alih program yang dilakukan dengan menggunakan dana seadanya. Pemerintah tidak pernah terbuka atau transfaran kepada rakyat sehingga miskomunikasi antara pemerintah dengan rakyat sering terjadi, sehingga doktrin yang muncul dari masyarakat untuk pemerintah adalah korupsi.
Pemerintah sebagai lokomotif perubahan seharunya mampu memberdayakan masyarakat terutama pemuda, karena selama ini,  generasi muda merupakan salah satu permasalahan sosial yang harus diretas agar pemuda tidak menjadi mangsa global. Pemuda harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya dalam meraih masa depan, baik melalui pendidikan (beasiswa), pengembangan pemuda, pembukaan lowongan pekerjaan dan lainnya. dengan demikian, pemuda akan tergerus dengan budaya mandiri serta dapat diandalkan untuk meneruskan kepemimpinan bangsa.
2.      Modal Sosial
Pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah sebagai bentuk aplikasi dari pancasila alinea ke-5 merupakan sebuah tanggungjawab dan PR besar dalam pengupayaan dan menghilangkan momok menakutkan yang selama ini mendarah daging pada bangsa Indonesia, program-program pemberdayaan masyarakat yang dicanangkan.
Modal sosial memiliki kontribusi penting dalam menopang  pembangunan.  Pendekatan  dalam meningkatkan  IPM  dan  memerangi  kemiskinan  di  Indonesia  tidak  mesti  hanya  dilakukan  melalui pemberdayaan  ekonomi  saja,  melainkan  pula  melalui  penguatan  modal  sosial.  Skema-skema perlindungan  sosial,  seperti  asuransi  sosial,  bantuan  sosial  (social  assistance),  conditional  cash transfer  (CCT),  social  safety  nets  bisa  dijadikan  pendekatan  dalam  mengentaskan  kemiskinan. Dipadukan  dengan konsep Corporate  Social  Responsibility  dengan  Community  Development-nya, model-model jaminan sosial berbasis masyarakat yang bermatra Islam bisa menjadi pilihan.


Menurut sejumlah literature, keberadaan aksi-aksi pembangunan alternatif antara lain melalui pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk menyempurnakan keterbatasan dan kekurangan dari model pembangunan pro pertumbuhan yang ditawarkan pemerintah. Secara empiris, model pro pembangunan pertumbuhan cendrung bercorak simplistis. Salah satu indikasinya adalah penekanannya pada upaya-upaya akumulasi modal fisik (physical capital) secara sentralistik dan cendrung mengabaikan aspek keterkaitannya dengan kapital-kapital yang lain seperti modal alami (natural capital), modal manusia (human capital), dan modal sosial (social capital). Ketidakseimbangan antarkapital telah melahirkan multikrisis dalam pembangunan selama ini.[5]
Untuk mengatasi hal tersebut membutuhkan upaya sinergis kolaboratif dari berbagai pihak dalam mengembangkan berbagai sumber daya (modal) yang kita miliki. Disinilah letak urgensinya upaya-upaya LSM dalam merancang dan melaksanakan program bersama warga masyarakat. Melalui pengembangan kapital sosial sebagaimana dilakukan LSM. LSM ternyata menjadi faktor krusial dalam menentukan keberhasilan pembangunan disamping ketiga kapital lainnya. Selama ini pendekatan model alternatif pembangunan yang dipilih LSM dilaksanakan melalui strategi reaktualisasi pembangunan sosial.[6]
Modal sosial yang kini sering dijadikan rujukan oleh kaum akademisi maupun praktisi bukan hal yang baru  bagi  dunia  Islam.  Konsep  mengenai  demokrasi  dan civil  society  yang merupakan pilar-pilar modal sosial telah bersemi dan mendapat tempat yang baik dalam khazanah ajaran Islam. Namun, dalam  praktiknya  nilai-nilai  ini  tidak  berjalan  begitu  saja  dan  mewujud dalam  perilaku  keseharian umat Islam.  Pengalaman  dan  praktik  demokrasi  dan civil  society di  negara-negara  Muslim  sangat  berpelangi. Merujuk pada konteks masyarakat di Indonesia, tampaknya umat Islam memiliki modal sosial yang cukup  tinggi.

Modal sosial bisa dilihat dari keterlibatan negara dalam menyediakan pelayanan publik, terutama kesehatan dan pendidikan. Secara umum, data yang ada  menunjukkan bahwa perhatian negara terhadap pendidikan dan kesehatan masih  relatif rendah di kalangan negara Islam,  termasuk Indonesia. Ini menunjukkan bahwa lembaga-lembaga civil society di Indonesia dapat mengembangkan strategi advokasi kepada negara agar memperkuat kebijakan sosial.
Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagai model pembangunan alternatif umumnya diupayakan oleh para aktivis LSM bersama warga dalam rangka memupuk modal sosial yang sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat. Modal sosial perlu dipupuk mengingat ia menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi masyarakat, (Arif Daryatno, 2004). Investasi dalam modal sosial, baik dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan kesehatan menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi pada modal fisik. Menurut sejumlah studi, peranan modal sosial tidak kalah pentingnya dengan infrastruktur ekonomi lainnya, sehingga upaya untuk membangun miodal sosial perlu diprioritaskan. Pembentukan modal sosial dapat menyumbang pada pembangunan ekonomi karena adanya jaringan (network), norma (norms), dan kepercayaan (trust) didalamnya yang menjadi kolaborasi (koordinasi dan kooperasi) sosial untuk kepentingan bersama.[7]
Hanya masyarakat yang memiliki modal sosial yang dapat mendukung pengembangan potensi ekonomi. Revitalisasi dan pengembangan modal sosial perlu dilakukan agar masyarakat mampu menggerakkan roda perekonomian. Modal sosial kalau dikelola dengan baik dan benar justru akan lebih mampu memberdayakan masyarakat, dalam konteks ini, pengembangan kelembagaan (pranata) sosial ekonomi mutlak diperlukan dan mendesak guna mendukung pemenuhan modal sosial dalam pembangunan. Munculnya konsep pembangunan modal sosial dalam hal pembangunan ekonomi adalah merupakan respon dari para ahli terhadap semakin berkurangnya hubungan sosial dalam kemasyarakatan. Kerenggangan dalam kehidupan bermasyarakat pada akhirnya akan menyebabkan semakin tingginya ketimpangan sosial yang sangat mengganggu jalannya pembangunan.
Putnam (1993), dalam Ancok (2003) telah menunjukkan bukti bahwa pertumbuhan ekonomi sangat berkorelasi secara positif dengan kehadiran modal sosial. Pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat akan berjalan baik apabila cirri-ciri berikut ini dimiliki oleh masyarakat: (1) hadirnya hubungan yang erat antara anggota masyarakat, (2) adanya pemimpin yang jujur dan egaliter yang memperlakukan dirinya sebagai bagian dari masyarakat bukan sebagai penguasa, dan (3) adanya rasa saling percaya dan kerja sama di antara unsur masyarakat.[8]
Kesepakatan banyak ahli tentang membangun modal sosial harus dimulai dari pendidikan pada lembaga keluarga dan sekolah. Karena dua hal ini adalah tonggak pembangunan karakter generasi muda yang paling utama (pendidikan keluarga kemudian pendidikan sekolah). Disamping kegiatan pendidikan, pelatihan dan pengembangan serta penjaminan mutu masyarakat oleh pemerintah, pemupukan modal sosial sebagai bentuk hubungan yang harmonis sangatlah penting dalam menciptakan masyarakat yang mandiri, masyarakat yang saling membangun, masyarakat yang saling menjaga, dan masyarakat yang mampu berjuang dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3.      Masyarakat Pesisir Pantai
Masyarakat pesisir pantai terutama nelayan adalah salah satu pahlawan manusia dalam hal memenuhi kebutuhan pokok, tidak hanya dari hasil yang didapatkan (ikan), melainkan dari manfaat bagi tubuh, seperti: vitamin, protein dan lain-lain. Hal ini menjadi landasan kuat bagi pemerintah untuk terus melirik nelayan, baik berupa peralatan maupun skill yang harus dikembangkan guna menghadapi rintangan (ombak) maupun globalisasi dewasa ini.
Dalam kasus ini, tentu saja advokasi yang harus dilakukan atau dikerjakan oleh pemerintah adalah membenahi kembali modal sosial yang telah lapuk karena terapan sistem sosial politik yang determinatif di masa silam. Dengan begitu persoalan yang menyangkut nasib nelayan memiliki perspektif yang multigram, sehingga setiap bentuk penanganan membutuhkan bukan saja komitmen pemerintah untuk terus membenahi nelayan, tetapi juga kecerdasan nelayan dalam mengarungi samudra. Negara rasanya belum terlambat untuk mencoba menebus kealpaanya dalam menelantarkan nelayan dengan jalan hadir untuk membuat regulasi yang berkenaan dengan hubungan antarpelaku ekonomi (institutional arrangement) komunitas nelayan yang asimetris. Karena peran ini bisa saja diambil oleh lembaga nirlaba, tetapi akan lebih baik bila dikerjakan oleh pemerintah karena secara legal memiliki otoritas untuk membuat regulasi.[9]
Modal sosial yang dimiliki oleh pemerintah juga tidak lebih baik dari komunitas nelayan sendiri, sehingga jika fungsi ini dijalankan oleh Negara barangkali akan banyak dimanipulasi sebagai sekedar “proyek” yang pelaksanaannya diukur besar kecilnya dana yang disunat. Akhirnya, kasus yang dialami komunitas nelayan memperlihatkan bahwa kebijakan publik tidak pernah sanggup menyentuh kepentingan rakyat yang bermukim jauh dari pusat kekuasaan, walau betapapun pentingnya kegiatan ekonomi tersebut.[10]
Masyarakat pesisir pantai terutama Lombok Tengah bagian selatan adalah investasi pemerintah jangka panjang, selain pantai sebagai objek pariwisata, mandat kursi yang diberikan oleh rakyat harus mendapatkan perhatian yang lebih, baik dalam pengembangan masyarakat untuk memenuhi tantangan arus, maupun pembenahan-pembenahan (infrastruktur jalan, penyediaan alat-alat penangkapan ikan, dan lainnya) sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

C.    Pekerjaan Sosial : Pengembangan Masyarakat dalam Pengentasan Kemiskinan
Pengembangan masyarakat demi kemandirian bangsa sudah digembar-gemborkan sejak dulu oleh pemerintah, pemerintah sudah mencanangkan berbagai macam program pro-rakyat, baik dari tingkat provinsi sampai ketingkat daerah. Kendati demikian program yang sudah direncakan dalam pengembangan masyarakat sampai saat ini masih belum cukup terealisasi, kemiskinan masih saja menjadi momok yang menakutkan di wajah Bangsa Indonesia, apalagi dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tiap tahunnya.

Pengembangan masyarakat adalah upaya mengembangkan suatu kondisi masyarakat secara berkelanjutan dan aktif berlandaskan prinsip-prinsip keadilan sosial dan saling menghargai. Para pekerja kemasyarakatan berupaya memfasilitasi warga dalam proses keadilan sosial dan saling menghargai melalui program-program pembangunan secara luas yang menghubungkan seluruh komponen masyarakat.[11] Pengembangan masyarakat dalam pengertian ini membutuhkan nilai-nilai keterbukaan, kesamaan, pertanggungjawaban, saling menguntungkan, partisipasi bersama seluruh komponen dan kerjasama secara terus menerus. Dalam proses pengembangan masyarakat, inti dari hal tersebut adalah konsep yang dibangun, konsep pengembangan masyarakat guna kesejahteraan sosial, sehingga nilai-nilai pancasila yang ke-5 dapat terlanksana dengan baik.
Posisi pekerja sosial dalam pengembangan masyarakat menjadi penting, mengingat konsep dalam pengembangan masyarakat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tak semudah mengeluarkan kata-kata. Pengembangan masyarakat membutuhkan konsep dan ide-ide yang cemerlang guna tercapainya kemandirian bangsa, sehingga pekerja sosial professional memiliki peranan penting dalam menciptakan konsep dan ide-ide tersebut.

D.    Tawaran Strategi: Pengembangan Masyarakat Pesisir melalui 4P
4P (Pemikir, Pelaksana, Pelayanan dan penyaluran) merupakan sebuah konsep yang saling berketergantungan antara pemikir, pelaksana, pelayanan dan penyaluran dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama. 4P didasarkan pada asas kebersamaan dan berjiwa amanah dalam membentuk masyarakat yang mandiri guna mampu menghadapi zaman yang semakin mencekik serta dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat pesisir sehari-hari, baik itu nelayan dan petani. Dengan konsep ini, saya yakin kemiskinan dapat diminimalisir secara perlahan.
Konsep 4P melibatkan tiga unsur dalam masyarakat, yakni; pemerintah, pemuda dan tokoh agama, dengan dua kombinasi “mobilisator” dan “modal sosial”. Mobilisator diwakili oleh instansi pemerintah dalam upaya pengembangan jangka panjang, sedangkan modal sosial yang saya maksud adalah pemuda dan tokoh agama dalam pembinaan karekter masing-masing. Pemuda sebagai penerus bangsa dan tokoh agama sebagai pendidik akhlaq. Dengan demikian, konsep 4P akan menjadi salah satu cirri khas dalam pengentasan kemiskinan.
1.      Pemikir (Pemerintah atau dibawah Naungan Pemerintah).
Pemerintah membentuk para pemikir-pemikir handal dalam masyarakat untuk memantau segala kemungkinan yang terjadi, baik itu kemajuan maupun kemunduruan dalam upaya pengembangan masyarakat. pemikir bertugas menyiapkan segala ide-ide dalam mengatasi masalah yang ada agar tidak menjadi berkembang dan berlarut-larut karena selama ini program pemerintah yang ditawarkan untuk masyarakat hanya berbasis formalitas bukan berbasis continue. dengan ini, kesiapan dalam menghadapi segala tantangan yang dihadapi oleh rakyat dalam mencukupi kebutuhan hidupnya mampu dilalui. Tidak akan ada lagi alasan buat orang tua untuk tidak menyekolahkan anaknya, serta tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa “tidak ada uang untuk berobat kerumah sakit”.
Misalnya; PPNM (Pengembangan Petani dan Nelayan Mandiri), PPNM adalah objek yang bersifat mandiri namun memiliki komando (penyelamat) agar kemandirian dapat bertahan untuk selamanya guna kesejahteraan sosial. Tentunya, untuk dapat memantau perkembangan petani dan nelayan, petani dan nelayan harus terdaftar sebagai PPNM dan mendapat asuransi dari pemerintah apabila terjadi gagal panen. Karena dengan begitu, petani dan nelayan akan percaya dan merasa bertanggungjawab akan kewajiban yang harus dipenuhi kepada pemerintah.
2.      Pelaksana (Petani dan Nelayan).
Pelaksana adalah orang-orang yang melaksanakan kegiatan (program pemerintah), seperti yang saya contohkan diatas (PPNM). PPNM berkewajiban melaksanakan segala aturan yang ada, demi keberlangsungan dan kemandirian melalui program pemerintah. Sehingga pelaksana berkewajiban membuat laporan dengan berbagai macam keadaan, baik itu tentang penyakit maupun yang lainnya, guna persiapan pemikir untuk memberikan ide bagaimana mengatasi masalah tersebut. Sehingga antara pemikir dan pelaksana memiliki keterkaitan yang tidak boleh dipisahkan.
Selain itu, kebersamaan yang kokoh antara PPNM menjadi dasar utaman sebagai seorang pelaksana, saling mengisi dan memberi otokrotik yang produktif dalam menunjang kelancaran kegiatan adalah hal yang diwajibkan dalam PPNM melalui diskusi atau bisa diagendakan oleh tokoh agama dengan cara pertemuan satu kali seminggu dengan diiringi Dzikiran maupun yang lainnya, hal ini dimaksud untuk membina rasa persaudaraan serta persatuan antara kelompok PPNM.
3.      Pelayanan (Petugas Pemerintah).
Pelayanan merupakan tugas pokok pemerintah dalam menyiapkan segala kebutuhan petani dan nelayan dalam melaksanakan setiap program yang dijalankan. Pelayanan ini, tidak hanya berupa informasi, keluhan maupun yang lainnya, akan tetapi brsifat sebagai pembeli dari hasil yang dihasilkan oleh petani dan nelayan. Pembelian pun harus sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan dan tidak membuat petani dan nelayan harus merugi. Sehingga hal tersebut bisa menjadi aset pemerintah daerah untuk mengembangkan daerahnya agar lebih maju. Dimana (petugas pemerintah) ini dipilih berdasarkan keahliannya dalam berkomunikasi maupun konsep-konsep yang ditawarkan, dengan begitu, pelayanan yang diberikan oleh petugas pemerintah tidak hanya sebatas mengetahui bagaimana pelayanan yang baik dan benar secara abstrak, namun lebih kepada kemunculan kreativitas-kreativitas baru dalam proses pengembangan skill.
4.      Penyaluran (Akses Pasar Tradisional maupun Modern)
Penyaluran adalah kunci dari keberhasilan selanjutnya dalam menjalankan setiap program yang sudah berhasil (panen), salah satu kunci disini adalah kembali pada konsep awal (pemikir). Pemikir (pemerintah) harus menyiapkan dan bekerjasama secara berkelanjutan dengan akses-akses besar (pasar modern) maupun kecil (pasar tradisional) dalam upaya penyaluran hasil panen (petani) maupun hasil melaut (nelayan). Sehingga apa yang ingin dicapai tidak terpotong oleh kendala-kendala kecil yang akan menjadi penghambat paling berat. Inilah gunanya pemikir (pemerintah) dalam mengupayakan keberlangsungan PPNM dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam pandangan saya; saya yakin bahwa dengan model seperti ini, petani maupun nelayan bisa lebih baik dalam menjamin sembako yang ada di Indonesia ini, tentunya, hal ini tidak semudah teori yang kita keluarkan namun harus memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankannya, jujur dan amanah. Selain itu, pengembangan masyarakat berbasis “hak” yang ditawarkan oleh pemerintah maupun yang lainnya terhadap keadaan masyarakat Indonesia terutama kemiskinan yang menjangkit pada petani dan nelayan akan relavan dengan apa yang saya tawarkan ini.


Dengan demikian petani dan nelayan akan menjadi makmur dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, lowongan pekerjaan bagi generasi muda menjadi lebih terbuka dengan adanya program 4P ini. Sehingga generasi muda memiliki paradigma baru bahwa pernikahan dini dan menjadi TKI keluar Negeri adalah hal yang salah karena negeri sendiri masih kaya dan bisa memberikan yang terbaik bagi mereka. generasi muda, terutama didaerah pesisir pantai akan semakin semangat dan kreatif dalam mengembangkan diri guna tidak tergerus menjadi generasi yang malas dan tidak memiliki skill. Proses pembelajaran akan semakin berkarekter, baik dalam tingkat pengalaman (practice) maupun sekolah.


[1]  Data ini merupakan data  yang saya dapatkan secara pribadi (pengalaman), karena saya adalah salah satu pelaku utama, setelah tamat tahun 2004-2005. Keterbatasan uang untuk melanjutkan studi akhirnya membuat saya harus berhenti selama dua tahun dan selama dua tahun ini, saya membantu orang tua saya menjadi pembudidaya rumput laut di Tampah. pada tahun ajaran baru 2007-2008 saya kembali melanjutkan studi di IAIN Mataram.
[2]  Pantai Tampah yang  terletak di Desa Mekar Sari Kecamatan Praya Barat merupakan tempat tinggal orang tua saya dan pernah berprofesi menjadi pembudidaya rumput laut, Sebuah pantai yang masih perawan (alami) dan memiliki pemandangan yang indah. Tidak hanya pemandangan namun memiliki beragam adat atau tradisi budaya karena penduduk Desa Mekar Sari adalah penduduk pendatang yang berasal dari berbagai daerah, misalnya penduduk yang datang dari Sengkol, Kateng, Kute, Batujai dan daerah – daerah yang lainnya
[3]  Miskomunikasi yang saya maksud adalah tidak adanya keterikatan secara formal antara pemerintah, tokoh agama dan adat serta generasi muda. Keterikatan ini dalam membangun konsep yang matang dalam pemberdayaan masyarakat agar menjadi masyarakat yang lebih mandiri dan kreatif. Tokoh agama dan adat serta pemuda hanya sebatas nama yang tinggal dan menetap dan mematuhi aturan-aturan pemerintah yang ada. Padahal jika pemerintah, tokoh agama dan adat serta pemuda betu-betul menjadi lokomotif gerakan perubahan menuju kesejahteraan rakyat memiliki konsep yang matang maka masyarakat pesisir pantai akan menjadi contoh yang kongkrit (rill) bagi daerah-daerah pesisir pantai lainnya maupun selain daerah pesisir pantai.
[4] Amin adalah salah satu pemuda yang menikah di usia dini dengan umur 17 tahun dan sekarang menjadi TKI di Malaysia, Amin adalah anak kedua dari Amak (Bapak) Asip dan Inak (Ibu) Asip. Anak pertama mereka bernama Asip. Asip sebagai kakak amin pun harus memiliki nasip yang sama, yakni menjadi TKI di Malaysia setelah menikah. Karena tidak adanya pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah setempat, kebanyakan pemuda di Desa Mekar Sari (Tampah) harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan menjadi TKI. Tidak hanya Amin dan Asip, namun masih banyak lagi pemuda yang menikah di usia dini dan menjadi TKI di Malaysia, karena anggapan mereka bahwa mencari peruntungan di Malaysia menjadi salah satu alternatif untuk membiayai istri dan anak mereka.
[5] Zubaedi, (2013). Pengembangan Masyarakat, Wacana Dan Praktik. (Jakarta,  Kencana Prenada Media), hal. 157
[6] Ibid, hal. 158
[7] Ibid, hal. 160-161
[8] Ibid, hal. 164
[9] Ahmad Erani Yustika. Negara vs. kaum Miskin. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003). hal . 81.
[10] Ibid, hal. 81
[11] Zubaedi, (2013). Pengembangan Masyarakat, Wacana Dan Praktik…, hal. 4

Post a Comment

komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau

Simak juga Post Sarjana Muda 45 Minggu ini

Hidup hanyalah sekedar jalan-jalan untuk menikmati kehidupan, hidup hanyalah sekedar hembusan nafas untuk melangkah menikmati jeruji Tuhan, hidup hanyalah gambaran Tuhan akan kehidupan yang lebih abadi. Oleh karena itu…, tak perlu rebut, tak perlu risau, tak perlu bingung, tak perlu galau, tak perlu merasa tertipu, tak perlu merasa bahwa hidup ini tak adil, tak perlu memberontak, tak perlu bangga, tak perlu sombong. Yang perlu kita lakukan adalah menikmati setiap proses yang ada, karena proses akan menentukan bahwa jalan-jalan dibumi yang kita lakukan sukses atau gagal. (Surga ataukah Neraka).

Data Pengunjung

Popular Posts

 

Negara Pengunjung RLM


PUTRA NTB MENULIS
SEO Stats powered by MyPagerank.Net

Statistic RLM

LOGO

LOGO
PUTRA LOMBOK MENULIS "BATUJAI"

Translate