Panggung
sandiwara, sebuah panggung untuk mempertontonkan kebolehannya dalam mengadu
bakat, namun tak semua orang bisa bermain sandiwara, hanya orang-orang yang
berlatih keras dan tak pernah putus asa yang mampu bermain. asik dan menarik. Dan
bayak orang yang terhipnotis dengan permainan para pemain dalam menyajikan
sandiwara yang hebat. Para penonton berani mengkuras uangnya hanya untuk
menonton, padahal kalau kita lihat secara sepintas bahwa panggung sandiwara
tetaplah sandiwara yang dimainkan oleh orang-orang hebat dalam bermain
sandiwara. Namun itu tak menjadi masalah karena para penonton hanya menikmati
aksi permainannya dan mereka merasa senang dengan hal tersebut.
Panggung
sandiwara pun dewasa ini telah berubah menjadi lebih “waah” lebih menarik dan
megah. Para penonton tidak hanya disajikan dengan aksi para pemain melainkan
semua sisi harus seiraman sehingga penonton lebih puas dan tak akan berhenti untuk
mengikuti setiap ada permainan. Panggung sandiwara ini tak ubahnya seperti
panggung politik yang ada di indonesia, indah, manis, rapi walau terkadang ada
pahit yang muncul sebagai penyeimbang dari semua itu. Generasi muda sudah tidak
lagi heran akan permainan para elit politik, karena suguhan itu bagaikan pasar
yang ramai dikunjungi oleh orang banyak.
Dari
beberapa media online diinternet seperti http://www.metrosiantar.com
telah memberikan dan menyuguhkan berita-berita yang menarik. Dari berita ini
ternyata;
ANAK Bangsa
kembali dipertontonkan sandiwara dari panggung politik. Berdalih
tersangkut kasus hukum, sesama politikus saling terkam. Kegaduhan politik
semakin tidak terkendali pasca-penangkapan mantan Presiden Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 30
Januari 2013. Luthfi diduga menerima suap dari petinggi PT Indoguna Utama, Arya
Abdi Effendi dan Juard Effendi. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang impor
daging.
Usai
Luthfi Hasan, isu panas dialamatkan kepada Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum. Nama Anas berulang kali disebut-sebut terlibat dalam korupsi
terkait pengadaan peningkatan sarana prasana olah raga di Hambalang tahun
anggaran 2010-2012. Sebagian pihak juga memprotes kebijakan KPK yang tidak
menahan mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora) Andi Alfian
Mallarangeng, kendati sudah menjadi tersangka. Mantan petinggi Partai Demokrat
ini diduga terlibat skandal Hambalang. Benar atau tidak para politikus tersebut
terlibat dalam tindak pidana korupsi masih harus dibuktikan di meja hijau.
Bukan
hanya Partai Demokrat dan PKS yang tengah dirundung persoalan besar. Partai
lainnya seperti PDI-P, Partai Golkar, PAN dan PKB juga pernah mengalami masalah
serupa. Terkini, PKS dan Partai Demokrat yang tengah menjadi sorotan tajam
semua elemen masyarakat. Di sisi lain, masyarakat bisa menyaksikan bagaimana
KPK menunjukkan kerjanya dengan menangkap dan menyeret para koruptor masuk
hotel prodeo. Namun bukan berarti masyarakat lainnya percaya bahwa KPK sudah
menjalankan amanahnya sesuai undang-undang.
Seorang
teman berseloroh, “Kasus korupsi di Indonesia terbongkar bukan karena kinerja
KPK, melainkan karena pembagian tidak merata. Kalimat ini menyiratkan bagaimana
bobroknya nurani politikus di negeri ini. Mereka berlomba-lomba mendulang harta
dengan melanggar undang-undang. Lantas rekan lainnya menimpali, “Kalau mau
mencari uang haram ya masuk partai politik saja. Seluruh politikus yang
tergabung dalam partai setali tiga uang”. Kalimat sanggahan pun muncul dalam
percakapan tersebut, “Masih banyak kader partai yang jujur dan jauh dari
praktik korupsi”.
Sayangnya,
mereka yang menjunjung tinggi kejujuran hanya dijadikan pelangkap dalam sebuah
partai. Para politikus jujur tidak diberikan tempat untuk mengepakkan sayapnya.
Sebaliknya, para pemeran utama di atas panggung politik didominasi individu
yang rakus kekuasaan dan harta. Luput dari alam sadar mereka, suatu saat
korupsi akan terbongkar karena pembagian yang tidak merata. Apalagi tidak ada
kamus uang haram bisa dibagi secara merata dan adil. Para politikus di
Indonesia juga belum sadar bahwa dalam dunia politik tidak ada kawan dan lawan
yang abadi. Yang ada adalah kepentingan.
Bila
kepentingan seorang politikus mulai terusik, maka berbagai cara akan ditempuh
untuk menyelamatkan posisinya dan bahkan menunjuk kambing hitam untuk menjadi
tumbal. Bisa disimpulkan, kegaduhan politik di negeri ini terjadi bukan karena
politikus berkelahi memperjuangkan kemajuan bangsa, melainkan bagi hasil tidak
merata. Wajar bila masyarakat di negeri ini mulai atau bahkan sudah apatis
dengan tokoh politik. Pasalnya, sebagian politikus di negeri ini saling
jegal untuk meraih kekuasaan. Pada akhirnya, kekuasaan itu dimanfaatkan untuk kepentingan
pribadi atau kelompoknya.
INILAH
DUNIA YANG HARUS KITA PAHAMI DAN TIDAK BOLEH KITA TOLAK.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau