Mungkin kita semua tahu dan paham tentang “hutang”,
dan kata-kata yang paling tepat adalah “hutang harus bibayar”. Karena jika
tidak maka itu akan menjadi beban yang besar yang akan kita pikul untuk
selamanya. Malahan itu akan kita pertanggungjawbkan kelak dihadapan_Nya. Saya tidak
akan berpanjang kalam dengan masalah ini. namun, saya akan mencoba melirik
kepada sebuah kisah menarik tentang seorang filsuf yunani klasik yang namanya
melegenda yakni Socrates. Socrates lahir sekitar 470 SM. Beliau dikenal sebagai
filsuf dan penjuang kebenaran, karena ia rela mengorbankan nyawanya demi
membela ide-ide kebenaran yang dipercayainya. Dan meninggal didalam penjara pada
usia 70 tahun karena di hukum mati kemudian minum cawan yang berisi racun,
waktu itu dikelilingi oleh para sahabatnya dan anak muridnya termasuk Plato. Semua
orang yang ada didalam penjara itu, menyuruh Socrates untuk melarikan diri
namun Socrates menjawab dengan santai dan menantang mereka dengan kata-kata :
saat perpisahan telah tiba, marilah kita tempuh jalan kita masing-masing, aku
mati dan kalian hidup. Mana yang lebih baik?
Sebelum ia meninggal dunia, pesan terakhir
beliau adalah “Crito, I owe a cock to
Asclepius. Will you remember to pay the debt ?, (crito, aku berutang
seeokor ayam pada Asclepius. Maukah engkau membayar utangku itu?). itulah
kata-kata Socrates disaat detik-detik kematiannya. Menurut sahabat, apakah ini
menarik untuk diperbincangkan? Ataukah sudah basi? Secara dunia, bisa ya, bisa
tidak namun ketika kita menuju kembali kepada_Nya, apakah kita akan mengatakan “ya
atau tidak”. saya rasa jawabannya adalah ya. Penting banget kita untuk
mengingat hutang yang kita miliki, baik itu berupa janji maupun materi. Dan sekecil
apapun itu kita harus membayarnya. Refleksi adalah jalan yang terbaik. Jangan sampai
kita mau menang sendiri. Kita berhutang terus namun tidak mau membayar hutang
tersebut.
Selain itu, ada yang lebih menarik lagi dari
kata-kata Socrates ketika berpidato didepan para hakim yang menghukumnya. “sekarang,
wahai orang-orang yang telah menghukumku, ingin kuramalkan nasib kalian. Sebab,
sebentar lagi aku mati dan disaat-saat menjelang kematian manusia dianugrahkan
kemampuan meramal. Dan, kuramalkan kalian para pembunuhku, bahwa tak lama
sesudah kepergianku, hukuman yang jauh lebih berat dari hukuman yang kalian
timpakan kepadaku pasti akan menanti kalian. Jika kalian menyangka bahwa dengan
membunuh seseorang kalian dapat menjegal orang itu hingga tak mengecam hidup
kalian yang tercela, kalian salah duga. Itu bukan jalan keluar yang terhormat
dan membebaskan. Jalan yang paling mudah dan bermartabat bukanlah dengan
membrangus orang lain, namun dengan memperbaiki diri sendiri”.
Dari uraikan kata-kata diatas, apa makna yang
bisa kita ambil? Dan bagaiman anda memaknainya, itulah pikiran dan pendapat
anda. Namun setelah saya mencoba membaca beberapa kali tentang kisah Socrates ini,
saya punya kesimpulan bahwa; 1. Sikap Pemberani. Dan, 2. Sikap pengecut. Sekarang
bayak orang yang tidak memiliki jiwa pembrani, mereka beteduh pada kekuasaan. Berteduh
pada konglomerat. Sehingga tak peduli dengan nasib orang-orang bawah, merugikan
rakyat kemudian lari dengan membusungkan dada. Entah itu keluar negeri maupun
dalam negeri. Berkedok dibalik kekuasaan karena menganggap Negara ini adalah
kekuasaan kantongnya semata.
Begitu jarang orang yang bersifat pemberani di Negara
ini. demokrasi dan perubahan hanyalah sebuah symbol yang asik dimainkan. Kemiskinan
hanyalah suara yang keluar dari mulut manis. Kemiskinan hanya dijadikan objek
yang empuk. Bagaikan roti panggang di malam hari bersama sang kekasih. Namun rakyat
semakin miskin dan melarat tanpa ada resolusi yang tepat. Mereka menjadi
gelandangan di Negara sendiri, meminta-minta ditengah jalan dengan wajah
memeles dan tak berdaya. Kaum generasi muda kemudian semakin asik dengan
permainan yang buat. Globalisasi seolah-olah dunia hiburan yang disuguhkan oleh
penguasa untuk dinikmati. Tanpa harus berpikir bagaimana cara mengolahnya
dengan lebih baik agar seperti yang tertuang dalam pancasila, sila ke lima “keadilan
social bagi seluruh rakyat indonesia”.
Utang seekor ayam tetap hutang, akan menjadi
beban pemikiran ketika nyawanya sudah berada ditenggorokan. Ini mencerminkan
sikap tanggungjawab yang tinggi terhadap perbuatan yang menyangkut hak-hak
orang lain. Utang tetaplah utang yang harus dibayar dan dipertanggungjawabkan,
meski kematian sudah menunggu beberapa menit, dan meski itu hanya berupa seekor
ayam. Persoalan bukan bendanya melainkan nilai moralnya. Dan inilah yang membedakan
ksatria dengan pecundang.
My inspiration: kata-kata terakhir tokoh-tokoh dunia saat sakaratul maut.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau