“I need you now”, sebuah kata rintihan,
rintihan yang bertengger pada titik yang sama, tak berubah dan tak bergerak. Mengeluh
dan mengadu menjadi kebiasaan yang tak pernah berakhir. Rintihan-rintihan itu
menyebar, terdengar keseluruh pojok dinding yang membisu kemudian berkata “aku
harus bagaimana”, dan tak ada kata-kata yang terucapkan. Semangat-semangat yang
dulu membara, berkobar bagaikan api, mengaung diseluruh telinga sehingga
membuat orang merasa segan dan malu untuk berhadapan. Genderang perang menjadi suara
yang ganas, bagaikan singa yang sedang kelaparan. Gaung-gaung perubahan menjadi
target yang empuk demi kemenangan sejati. Itulah kekuatan sejati yang pernah Berjaya
pada ribuan prajurit yang tangguh dan pemberani.
“I need you now because I’m sick”, apakah aku
pantas mengucapkan ini semua?, padahal aku bagian dari itu semua. aku hanya
ingin mengungkapkan apa yang pernah aku rasakan dan masih terjadi. Terus kapan
harus berubah?, kapan gaung-gaung sejati akan berkobar lagi? Ataukah semua itu
akan lenyap dan tak akan pernah ada?. Biarlah waktu yang menjawab itu semua.
kesadaran tentang nilai yang pernah melekat seharusnya menjadi pengikat yang
kuat bukan dijadikan sebagai bahan bacaan namun tak pernah dipahami. Sehingga tidak
adanya relevansi gerakan yang muncul, semuanya menjadi lunak tak berdaya. Bagaikan
singa yang jatuh sakit.
“where we complain”, semua melayang tanpa ada
pijakan. Dimanakah kami mengadu?, berteriak, seolah-olah tak ada yang mendengar
teriakannya. Padahal orang-orang sudah mulai muak mendengar teriakan yang
memecahkan gendang telinga. Tak berguna dan tak bermamfaat. Yang ada hanya
mengganggu aktivitas orang lain. Berpikir bagaikan maut yang mematikan. Berbicara
bagaikan alunan nada yang merdu. Serta mengaplikasikanya bagaikan bagaikan lagu
yang didegar. Mengerti namun hanya terdiam dan hanya suara yang keluar.
“Who is wrong?”, sebuah pertanyaan akhir ketika
semua bingung. Tak tau arah, yang ada hanya kembali mengeluh. Mencaci maki diri
sendiri, terkadang mencaci maki kawan sendiri, membentak dengan kencang. Dan,
bumi ikut bergerumuruh. semua merasa benar dan tak ada yang mau mengalah, mengejek
satu sama lain. Yang pada akhirnya semuanya menjadi pinter dan tidak mau diatur
oleh peraturan yang ada. Tak ada atas dan tak ada bawah. Tak ada depan maupun
belakang, semuanya memiliki derajat yang sama. Membuat semua menjadi
berantakan. Yang mengakibatkan disini kalah dan disana kalah dan penyesalan pun
harus dengan terpaksa terucapkan.
“what is the solution to all of these?”,
bagaimana ini, sekarang apa yang harus kita lakukan jika sudah seperti ini.
patuah tertua. Kesal dan tak menerima kekalahan menjadi aib bagi generasi
selanjutnya. Rekayasa sosialpun mulai dibicarkan. Menjadikan yang tak mungkin
menjadi mungkin. Karena itulah satu-satunya cara jitu yang dimilki. Perkumpulan-perkumpulan
terselubung digelar dimana-mana, mencari solusi dengan penuh semangat bagaikan
singa yang baru sembuh. Detik demi detik menjadi berharga namun sebelum itu
dimanakah mereka semua, apakah bersembunyi dibalik keramaian?.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau