Perjuangan
demi perjuangan rakyat tidak pernah terwujud dan terealisai. Janji hanya sebuah
janji yang bisa terbangkan angin lalu, walau harus mengatasnamakan Tuhan. Tidak
peduli karena emas sudah ada didepan mata. Ketika rakyat dan para generasi
berjuang melawan penindasan, mereka harus terhalang aparat pemerintah yang
digaji dari jerih payah rakyat, karena mereka telah dijadikan budak professional
sebagai penegak hukum di Negara sendiri, ditambah dengan elit politik yang
mampu bermain secara licin. Bukan hanya dari itu, permainan tersebut bukan pro
terhadap rakyat namun pro terhadap isi kantong dan kepentingan masa depan para
penguasa, Sebuah langkah
strategis dilakukan dengan sangat hati-hati dan sistematis. Bagaimana agar
sirkulasi (perubahan) politik di Indonesia tetap berada pada posisi yang aman
dan tetap menguntungkan, padalah rakyat yang memilih
namun rakyat lah yang harus menderita dengan pilihan, bahkan digiring ke dalam ladang pembataian politik "The killing field".
Hingga memasuki usia ke-63 tahun
kemerdekaan Indonesia, kondisi rakyat dan bangsa justru semakin terpuruk dalam
berbagai bidang. Demokratisasi yang dilakukan sejak sepuluh tahun lalu justru
membuat bangsa ini makin kehilangan kedaulatannya dalam politik, ekonomi, dan
budaya. Dalam bidang politik, pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat justru
secara nyata mengkhianati kepercayaan yang diberikan rakyat. Kebijakan yang
dibuat pemerintah yang seharusnya untuk menyejahterakan rakyat kenyataannya
justru semakin menyengsarakan rakyat.
Dalam bidang ekonomi, sebagian
besar aset dan potensi ekonomi bangsa telah diserahkan kepada pihak asing.
Rakyat Indonesia sebagai pemilik sah segala sumber daya tersebut justru tidak
mendapatkan apa-apa. Rakyat harus membeli sumber daya alam yang dimilikinya
sama dengan harga di negara yang tidak memiliki sumber daya alam itu. Perubahan
UUD 1945 yang sudah dilakukan empat kali justru membawa kepada pemisahan
kekuasaan negara, bukan pembagian kekuasaan negara. Akibatnya, setiap lembaga
negara sama-sama merasa memiliki kedaulatan sendiri.
Setiap lembaga negara merasa
paling berhak dan sah melakukan tindakan sesuai dengan kepentingannya sendiri
tanpa memerhatikan dampaknya terhadap sistem tata negara secara utuh. Kondisi
itu diperparah dengan tidak dijalankannya peran Presiden sebagai kepala negara.
Presiden seharusnya mampu menjadi penengah atas sengketa lembaga negara, tetapi
yang terjadi justru pembiaran atas persoalan bangsa. Kekuasaan mengelola bangsa
seharusnya dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh, bukan malah
dipecah-pecah, Berbagai persoalan itu terjadi karena kekacauan dalam Perubahan
UUD 1945. Perubahan yang dilakukan dinilai lebih memihak kepentingan negara dan
pemodal asing dari pada kepentingan bangsa sendiri. Dan rakyat lah yang akan
terus menanggung akibat dari itu semua.
Akankah itu terus berlanjut? Bagaimana
generasi muda sebagai penerus bangsa, control social dan sebagai pembawa
perubahan menyikapinya? Namun entah apa permainan selanjutnya, biarkanlah
pemain memainkannya dan yang dimainkan tetap terdiam dan membisu?
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau