Perputaran panjang perpolitikan Indonesia,
membuat rakyat Indonesia semakin mengerti dan memahami kondisi Indonesia yang
kian memburuk. Banyaknya penyelewengan uang rakyat (korupsi) semakin membuat
rakyat tak percaya terhadap pemerintah, alih-alih perubahan menjadi momok yang
menakutkan namun tetap dirasakan bagaikan angin dan hujan yang membuat bencana.
Begitu banyak cerita duka dan luka yang telah muncul sebagai perusak
kepercayaan, lidah yang bergoyang mengisi janji yang tak pernah terealisasikan.
Siapakah yang salah, para elit politik atau masyarakat yang tak berdaya? Pemelihan
presiden kini sudah semakin dekat, datang bagaikan makanan yang empuk bagi para
pemain namun awal kembali bagi penderitaan rakyat yang direkayasa menjadi
kesejahteraan.
Pemilihan ini pun menjadi momok yang mengerikan,
banyak para roh-roh gentayangan berkeliaran menebarkan ketakutan, menebar janji
dan memberi uang agar rakyat terdiam. Sejarah lama yang begitu pahit kini akan
terulang kembali, pembodohan kepada rakyat, penindasan intelektual, pembekuan
generasi dan lainya, walau tidak terlihat nyata di pandangan masyarakat Indonesia
namun muncul sebagai bentuk kepedulian pemerintah. Rasa peduli yang membungkam
segalanya, Kepedulian ditelurkan dalam bentuk jalan tengah “materi” sehingga
masyarakat dan para generasi muda menjadi manja, tidak memiliki keberanian
sejati demi terbebasnya penderitaan rakyat di negeri sendiri. Warisan yang
luhur dalam bait perjuangan sejati para pejuang indonesia kini telah luntur, para
generasi muda lebih memanjakan diri dengan mengambil jalan tengah.
“pasir telah menjadi debu, debu tidak akan bisa
menjadi pasir”, inilah kata-kata yang bisa saya ungkap terhadap perjalanan
indonesia meraih kemerdekaan. Perjuangan sejati dan cita-cita yang murni untuk
membebaskan bangsa indonesia dari tangan penjajah, kini hanyalah dongeng sebelum
tudur untuk anak-anak, setelah dewasa, dongeng tersebut hilang ditelan waktu
sehingga generasi bangsa tidak mengerti akan perjuang dan cita-cita sejati para
pejuang. “yang muda bangkit” hanya sebuah simbul untuk membekukan dan
memanjakan generasi muda agar mengikuti arus yang diinginkan, sedangkan rakyat
hanya menunggu nasib dan terus berjuang demi melanjutkan hidup, tidak pernah
merasakan makna kemerdekaan yang sejati.
Slogan indonesia yang mengatakan “dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat” mungkin dewasa ini bisa diganti dengan “oleh mu
dan untuk ku” karena slogan ini lebih pas jika kita melihat realita saat ini.
dipilih dari rakyat dan jika memang bukan untuk rakyat lagi melainkan untuk
diri sendiri. Kekuasaan hanya dijadikan sebagai ajang karir agar bisa menguasai
rakyat. Rakyat boleh bangga telah memilih kandidatnya namun akankah kebanggaan
itu di bawa oleh kandidat? Ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi rakyat saat
ini. rakyat selalu mendengar suara perubahan, baik dari kemiskinan maupun yang
lainnya, namun hal tersebut hanyalah angin yang berlalu dari hari ke hari
semakin banyak rakyat yang menderita, tidur di emperan, bawah kolom jembatan,
pengemis yang bayak yang berkeliaran dan para generasi muda yang turun kejalan
untuk meminta-minta, padahal indonesia memiliki kekayaan yang melimpah namun
tidak bisa dikelola dengan baik untuk kesejahteraan rakyat.
kemiskinan dan penderitaan rakyat indonesia ,
yang semakin meluas dan melebar kemana-mana dan seharusnya mereka bisa
merasakan kenikmatan dan kemerdekaan yang mereka miliki tapi malah
sebaliknya.Bukan merasakan kenikmatan tersebut tapi malah merasakan kemiskinan
dan kesengsaraan tersebut dikarena ulah oleh segelintir orang-orang yang
serakah. Yang mana mereka sudah merasakan sangat banyak , tapi tidak merasa
belum cukup puas.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau