Dalam sebuah
bukunya Prof. Dr. Musa Asy’arie yang
bejudul Menggagas Revolusi Kebudayaan Tanpa Kekeasan, tentang sebuah revolusi
kebudayaan dalam konteks indonesia Era reformasi terbagi menjadi enam bagian
yang terdiri dari, Revolusi kebudayaan: Berpikir, RK: Agama, RK: Politik, RK:
Ekonomi, RK: Pendidikan dan yang terakhir adalah revolusi kebudayaan: Hukum.
A. RK: Berpikir,
Dalam realitas
kehidupan masyarakat, ada tiga fenomena sosial dalam hubungan berpikir dengan
perbuatan, yaitu;
pertama,
berpikir
an sich; berpikir yang tidak
berkaitan dengan suatu perbuatan, seperti berpikir tentang jawaban soal-soal
ujian di kelas, maka kesalahan dalam jawaban itu tidaklah criminal. Pada tahanpan
ini tidak dapat dikenakan sangsi etik sama sekali.
Kedua;
berpikir
yang terkait dan menyatu dalam suatu perbuatan, seperti berpikir tentang suatu
pencurian sebagai bagian dari tindakan seseorang untuk mencuri. Pada tahapan
ini sepenuhnya berada dalam kerangka etik, sehingga dapat dikenai sangsi etik
dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Ketiga;
perbuatan
yang tidak terkait dengan pikiran, seperti perbuatan orang gila, maka
perbuatannya tidak berada dalam koridor etik dan hukum.
Etika sesungguhnya
mensyaratkan adanya perbuatan yang didasarkan pada kesatuan dengan kesadaran pikiran
sebagai obyeknya, sehingga berpikir dan perbuatan yang berdiri sendiri tidaklah
berada dalam koridor etik dan hukum. Karena itu dalam revolusi kebudayaan,
berpikir harus dibebaskan dari belenggu kekuasaan politik, kepercayaan agama,
kecendrungan mitos dan klenik, untuk menjadi suatu otonom dan bebas, sehingga
semuanya adalah obyek dari pikiran sendiri.
B. RK: Agama,
Pluratias agama
terjadi secara internal dan eksternal. Pluratias secara internal dikarenakan
didalam satu agama saja, didalamnya banyak ditemukan aliran dan sekte
keagamaan. Sedangkan pluralitas secara eksternal ada dalam kenyataan hidup masyarakat
dimana terdapat berbagai macam agama. Pluralitas agama dengan sendirinya akan
terjadi karena agama untuk manusia yang dalam realitasnya selalu berada dalam
perubahan terus menerus, dan berakar pluralitas manusia sendiri yang tidak bisa
ditolak oleh siapa pun.
Dalam revolusi
kebudayaan, posisi agama menjadi amat dilematis, satu sisi dapat member legitimasi
yang sangat kuat untuk mendorong dan mengawal suatu revolusi kebudayaan. Sedangkan
pada sisi yang lainnya membuat revolusi kebudayaan terperangkap dalam suatu
agama tertentu, yang seringkali berakibat pada penolakan adanya pliralisme
agama, sehingga dapat encemari revolusi kebudayaan itu sendiri, sebagai bagian
dari upaya fundamental untuk memajukan dan mengangkat martabat kemanusiaan yang
unggul dan hakiki. Oleh karena itu, agama harus ditarik mundur menjadi sesuatu
yang bersifat personal (private domain)
dan untuk membentuk kualitas iman secara personal dalam rangka memperkuat
moralitas kemanusiaan universal, yang diperlukan untuk menjaga komitmen
revolusi kebudayaan agar tidak terjebak pada kepentingan politik keagamaan
untuk merebut kekuasaan.
C. RK: Politik,
Revolusi budaya
harus mampu Negara upacara menjadi Negara kerja, Negara kita adalah Negara upacara,
pagi, siang dan malam isinya upacara, dari upacara keupacara, sehingga patut
diduga bahwa kesibukan pejabat publik dari presiden sampai lurah, baik upacara
tradisional keagamaan, sejak lahir, kawin, hamil, punya anak hingga upacara kematian,
maupun upaca modern seperti upacara pembukaan seminar, rapat, diskusi, symposium
dll. Dari upacara itu, kehadiran penguasa bagaikan seorang bintang yang menjadi
perhatian publik, ditempatkan pada posisi yang terhormat dan semua orang ingin
melayani dan mendekat. Akibatnya kekuasaan membuat seseorang menjadi lupa diri,
terbius, mabuk kekuasaan, sehingga pada saatnya kekuasaan itu harus dilepas
dari genggamannya, maka ia merasa kehilangan segala-galanya, hidup menjadi
sepi, sendiri dan mengerikan, sehingga pastaslah jika orang takut kehilangan
kekuasaannya.
Revolusi kebudayaan
harus mampu menata struktur kekuasaan dan politik, baik vertikal maupun
horizontal, baik bidang maupun jenjang, dengan membangun system berdasarkan
prisnsip yang rasional, professional dan terbuka terhadap adanya dinamika dan
tuntutan adanya perubahan, sehingga struktur kekuasaan dan politik bersifat
rasional dan mencerminkan keprofesionalisme untuk memecahkan masalah dan responsive
terhadap tantangan perubahan.
Sejak awal kelahirannya,
islam secara konsisten menolak setiap bentuk fanatisme sempit, baik berdasarkan
keturunan, kelompok, kedaerahan maupun aliran keagamaan. Dalam konteks ini,
pegawai negeri harus diposisikan sebagai pekerja professional, yang seharusnya
mendapat gaji secara professional, dengan tugas pelayanan yang juga profesional.
Karena itu, perlu dilakukan rasionalisasi dan professionalisasi terhadap
pegawai negeri , sehingga mencerminkan efesiensi yang tinggi, tetapi juga bebas
dari politisasi.
D. RK: Ekonomi,
Realitas yang
mencolok antar yang kaya dengan yang miskin, penguasa dengan rakyat, antara
yang diatas dengan yang dibawah, antara kota dengan desa, antara pusat dan
daerah telah menyuburkan kebencian dan dendam sosial yang sewaktu-waktu merebak
menjadi amukan massa. Karena itu, dalam pandangan islam, pembangunan ekonomi
tidak boleh hanya berpusat dan beredar pada kelompok atau golongan tertentu
saja. Tetapi harus dapat menyebar, meluas dan merata berdasarkan prinsip
ekonomi yang berkeadilan, sehingga tidak memunculkan kesenjangan sosial ekonomi
yang makin menajam, karena akan dapat mengganggu keseimbangan hidup masyarakat
itu sendiri.
Suatu ironi
telah terjadi, dimana indonesia sebagai Negara agraris justru menjadi pengimpor
produk-produk pertanian, sperti; beras, kedelai, bahkan gula dan buah-buahan,
apalgi produk-produk non agraris pastilah lebih besar lagi. Akibatnya kita
menjadi sangat tergantung pada Negara lain, belum lagi hutang indonesia yang
demikian besar, pastilah semua yang kita miliki sudah tergadaikan semuanya.
E. RK: Pendidikan,
Adalah sebuah
kenaifan dunia pendidikan kita justru melestarikan budaya feodalisme dengan
bentuk baru, dimana gelar akademik dilambangkan sebagai status sosial baru,
makin panjang gelarnya makin hebat statusnya. Jika dahulu orang mengejar gelar
kebangsawanan, maka sekarang orang mengejar gelar keilmuan, bukan karena ingin
menguasai ilmunya, tetapi hanya ingin menguasai gelarnya itu sendiri. Akibatnya
maraklah jual beli gelar yang diiklankan surat kabar dimana-mana secara terbuka,
dimana gelar doctor cukup diperoleh dengan tiga juta rupiah sedangkan gelar professor
lima juta rupiah, dan ternyata laris manis saja.
Revolusi kebudayaan
adalah kata lain dari revolusi pendidikan untuk melahirkan manusia yang
bekwalitas, baik iman, islam dan ihsannya, atau akidah, ilmu dan amalanya,
maupun jasad, hayat dan ruhnya, karena hanya dengan terbentuknya
manusia-manusia yang berkwalitas, maka dengan sendirinya akan terjaga pula
pluralitas dan perubahan dalam harmoni dan keseimbangan hidup yang
mencerdaskan, dan pada gilirannya akan terwujud keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat indonesia.
F. RK: Hukum.
Desakralisasi kekuasaan
membuat kekuasaan sebagai sesuatu yang relatif, temporal dan bersifat instrument
belaka. Dalam kehidupan bernegara, maka kekuasaan adalah instrument kelembagaan,
sehingga memungkin suatu Negara dapat memerankan dirinya secara efektif,
melalui birokrasi kekuasaan yang ada. Dalam system Negara demokrasi, maka
pembagian kekuasaan paling kurang diimplementasikan dalam tiga kekuasaan
kelembagaan, yaitu; kekuasaan eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Masing-masing
kelembagaan itu tidak bersifat mutlak, diatanya masih ada kekuasaan yang lebih
tinggi lagi, yang mengatur seluruh kehidupannya, yaitu kekuasaan hukum. Kekuasaan
hukum bersifat mutkak dan menjadi landasan bagi peyelenggara kekuasaan.
Sakralisasi kekuasaan
harus diakhiri dengan sakralisasi hukum, karena hukum adalam cerminan dari
keadilan dan kebenaran Tuhan, dan telah menjadi sunnatullah yang perkasa, yang
mengatur ketetiban, keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan alam semesta. Supreme
hukum artinya taat kepada aturan Tuhan yang mendasari hukum alam, hukum akal
sehat dan hukum agama, dan melandasi tegaknya moral dan etika dalam pergaulan
antar sesama manusia yang makin bebudaya.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau