Sumber Gambar; http://parodirakyat.wordpress.com
By; Ivan, O.I
Sistem multikampret alias multipartai yang
diterapkan Republik ini membuat saya bermimpi, bahwa suatu saat ada seorang
baik yang berinisiatif menyelenggarakan Kongress Partai Politik Indonesia,
dimana disana dikumpulkan para ketua parpol mulai dari Demokrat, Golkar, PKS,
PAN, sampai partai-partai cecunguk lainnya dengan segenap barisan
kader-fungsionarisnya. Bayangkan saja semua duduk melingkar.
Ketum Demokrat membuka pembicaraan, “Saudara sekalian,
kita duduk bersama disini karena kita telah sama-sama menyadari betapa selama
ini kita tak pernah melakukan apa-apa demi perbaikan hidup rakyat. Kita sadar
betapa tak tahu dirinya kita tatkala kita mengiklankan diri persis di tengah
samudera penderitaan rakyat yang tidak main-main ini, serta berjoget-joget
dalam kondisi mabuk politik dan kebudayaan di tempat-tempat yang seharusnya
menjadi Indonesia’s most serious areas, yakni di gedung-gedung pemerintahan,
gedung wakil rakyat, dan segala gedung wadag pemerintahan. Mulai detik ini
juga, kita sebagai para penegak demokrasi harus sudah merasa tahu diri dan
mulai serius menjalankan apa saja yang kita pilih sendiri”
Kemudian ketum Golkar melanjutkan,
“Betul-betul-betul. Apa yang dikatakan saudara Demokrat amatlah benar. Kita
harus mulai menyadari kenyataan yang selama ini samar lantaran tertutupi oleh
kebodohan dan kecongkakan kita, yakni daya hidup rakyat Indonesia, yang selama
ini sukses mempertahankan diri dari kemusnahan massal akibat lahar-lahar penderitaan
dan penindasan, baik yang dulu disebabkan oleh rajanya sendiri, oleh Kompeni
dan Nippon, oleh Orba-Orla, dan kini oleh kita semua para elite politik. Daya
hidup rakyat sudah waktunya untuk di-karya-kan.”
Ketum PAN menyahut, “Saudaraku, semua itu sudah
menjadi amanat para founding fathers kita dulu untuk menyelenggarakan kehidupan
yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia di segala lini kehidupan. Itu semua
adalah amanat nasional.” Ketum Hanura menimpali, “Ya, dan semua itu harus kita
selenggarakan dibawah kendali penuh hati nurani kita semua. Yang masih murni
sebelum kita diperbudak oleh politik uang dan kekuasaan. Saya rasa, pembangunan
Indonesia harus dimulai dari pembangunan hati nurani kita sendiri-sendiri
terlebih dahulu. Ingatlah, suara rakyat juga suara Tuhan. Hati rakyat, hati
Tuhan pula. Jika selama ini kita cuek bebek dan tanpa merasa bersalah
sedikitpun menyelenggarakan kebusukan di depan hidung rakyat, maka tak
seorangpun bisa kita persalahkan jika ternyata Tuhan menggabungkan diri dengan rakyat
dan meninggalkan kita semua para kaki-tangan setan iblis”
PKS tak mau ketinggalan, “Maka dari itu, semua
ini kita maknai sebagai jalan kebenaran. Kita ditugasi untuk menyeru pada
kebenaran, bukan menghamba pada dunia. Dakwah itu menyeru. Kita seru diri kita
sendiri-sendiri untuk merenung; pantaskah kita ini asyik bermanuver ria dalam
tangisan lapar rakyat. Masih adakah kepantasan bagi kita berlutut di depan
kotak suara dan memperlakukannya bak Latta dan Uzza. Setelah itu, insya Allah,
kita kan menyeru segenap bangsa pada….” Belum selesai, ketum PDI-P menyahut,
“Perjuangan! Ya perjuangan. Kita sudah dengan sadar diri menerima kenyataan
penciptaan Tuhan yang berwarna-warni, yang plural secara sosiologis-historis,
yang demokratis! Maka kitapun memilih demokrasi! Dan apa yang kita pilih itulah
yang harus kita perjuangkan!” ketum PPP menyambut, “Kesimpulan kita jelas, kita
semua haruslah bersatu demi pembangunan. Demi rakyat. Demi ridha Allah nanti
bagi diri kita yang kotor ini. Allahu Akbar!” Ditutup ketum Gerindra, “Inilah
Gerakan Indonesia Raya menuju Indonesia Jaya Adil Makmur Sentausa!!!”
Kalau saya hadir di forum itu, saya akan usul,
“Bapak-Ibu yang saya cintai setengah mati, jika sudah demikian, apa tidak
sebaiknya kita bikin satu partai tunggal saja: Partai Hati Nurani Amanat
Nasional Golongan Karya Perjuangan Keadilan Sejahtera Kebangkitan Bangsa
Persatuan Pembangunan Demokrat Indonesia Raya. Atau mungkin, bagaimana kalau
kita bubarkan saja semua partai dan kita tidak usah berparpol-parpolria? Kita berjuang
bersama-sama, tanpa memusingkan ideologi dan warna bendera partai. Bagaimana,
bos, juragan?” Semua yang hadir tersenyum manis dalam kemesraan persaudaraan
sebagai sesama anak bangsa, lalu semuanya sepakat dengan saya. Maklum, namanya
aja mimpi…
Sumber Artikel; http://parodirakyat.wordpress.com/2011/05/13/mimpi-partai-hati-nurani-amanat-nasional-golongan-karya-perjuangan-keadilan-sejahtera-kebangkitan-bangsa-persatuan-pembangunan-demokrat-indonesia-raya/#comment-298.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau