Sumber Gambar; haryono-id.blogspot.com
Permasalahan sosial di indonesia tidak pernah
ada ujungnya, mulai dari pengangguran, anak terlantar, pemulung, pengemis,
sampai pada sarjana pengangguran. Hal demikian menjadi momok yang mengerikan,
namun pemerintah terus saja berdalih dan mengeluarkan janji-janji manis sebelum
PEMILU berlangsung. Pemerintah pada dasarnya sadar akan wajah indonesia yang
terluka, hanya saja wajah yang terluka tersebut adalah warna yang indah bagi
pemerintah. Mungkin, alih-alih keberagaman wajah indonesia adalah hal yang patut
untuk dipertahankan agar menjadi warna yang menarik bagi Negara-negara lain,
sehingga mereka berkesempatan untuk membuat kontrak, dan mungkin alasan yang
tepat adalah rakyat indonesia membutuhkan bantuan dana untuk kesejahteraan.
Jikalau melirik janji-janji para elit politik
yang berkompetisi untuk meraih kursi, maka 99,99% para elit politik berjanji
bahwa ditangan mereka, atau di partai mereka, rakyat indonesia akan lebih baik
dan sejahtera. Padahal selama pasca-pemilu permasalahan sosial tidak pernah
terselesaikan. Lalu…, kita masih bisa bertanya; PEMILU: untuk siapa?.
menimang-nimang bahwa “pemerintah tanpa rakyat” dan “rakyat tanpa pemerintah”
secara sederhana sama saja dengan “bohong”, akan tetapi, pemerintah tanpa
rakyat mungkin akan berdampak buruk, karena pemerintah tanpa rakyat bukan
apa-apa. Namun, ketika rakyat tanpa pemerintah, paling tidak rakyat bisa hidup,
karena bukan manusia penentu kehidupan manusia melainkan Yang Maha Kuasa.
Dalam UU, pemerintah dimandatkan untuk
melindungi segenap bangsa, seperti yang tertera pada alinea kedua dan keempat
Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD ’45) dengan tegas dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia adalah untuk membentuk Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sumber Gambar; indocashregister.com
Selanjutnya pada Pasal 27 ayat (2) UUD ’45
diamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 34 ayat (1) UUD ’45 dan Amandemennya
disebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.
Namun kenyataannya, sejak kemerdekaan indonesia
yang sudah mencapai 68 tahun, namun kesejahteraan dan keadilan sosial bagi
seluruh indonesia masih saja bertahan pada wacana. Bagaimana para pejuang (leluhur)
bangsa Indonesia, mengetahui bahwa Negara ini sudah tidak peduli dengan nasib
rakyat, mengetahui bahwa Negara ini sudah tidak menjadi milik bangsa Indonesia,
melainkan miliki para rentenir-rentenir dunia yang rakus akan uang dan
kemegahan. Padahal setiap 17 Agustus selalu dirayakan hari kemerdekaan
indoneisa.
Sekolah Anak Pemulung; www.antarasulsel.com
Terus dimanakah letah kemerdekaan Indonesia yang
sesungguhnya? Apakah hanya diperayaan pada tanggal 17 Agustus saja, yang
berlangsung dalam satu hari? Setelah itu, indonesia kembali dalam masa jajahan
yang lebih professional, hal ini dikarenakan para pejabat pemerintah tidak
mengabdi untuk rakyat, melainkan mengabdi kepada investor-investor asing yang
telah menanamkan modal besarnya untuk bangsa Indonesia, yang mana investor
tersebut berasal dari Negara yang telah menjajah Indonesia.
Misalnya saja,
berita dari sebuah media online menjelaskan bahwa; Sekarang berdasarkan fakta-fakta dan
data yang ada, menunjukkan bagaimana asing sudah sangat berpengaruh dan
diam-diam mentake over (mengambil alih) Repuplik ini. Di sektor perbankan, 50,6
persen, aset perbankan nasional sudah dimiliki oleh fihak asing. Bisa
dibayangkan bagaimana sektor yang sangat strategis ini sudah ditangan fihak
asing.
Sedikit
ada 12 bank nasional yang sudah dimiliki oleh asing. Diantaranya, ANZ Banking
Gorup Limited (99 persen), Bank UOB Indonesia (98,8 persen), HSBC Asia Pasipic
Holding UK (98,9 persen), OCBC Overseas Investment (85,06 persen), dan CIMB
Niaga (97,93 persen). Fihak asing juga menguasai sektor pertambangan.
Diantaranya, 70 persen migas Indonesia sudah dikuasai oleh asing. Pertambangan
batu bara, 75 persen, batu- bara, bauksit, nikel, dan timah, semuanya
dikuasai asing. Kemudian, 85 persen, tembaga dan emas, juga sudah dikuasi
asing.
Fihak
asing yang sudah menjarah dan menguasai sumber daya alam Indonesia, seperti
Chevron, Conoco, Freeport Newmont, Exxon, semua dari Amerika. Di sektor BUMN
dibidang telekomunikasi, ini tak terlepas dari cengkeraman fihak asing.
Bagaimana sektor yang sangat strategis bagi keamanan nasional Indonesia,
tetapi berada di tangan asing?
Seperti
telkomsel 35 persen dikuasai perusahaan asing Sing Tel dari Singapura, XL
Axiata, 66,5 persen, dikuasai Axiata Berhad, Malaysia. Kemudian, Indosat 65
persen, dikuasai oleh Ooredo Asia dari Qatar, dan Hutchison Tri 60n persen,
dikuasi oleh Hutchison Whampoa, dari Hongkong, China. Sementara proyeksi ke
depan, berdasarkan hasil pertemuan APEC di Nusa Dua, Bali, dalam rangka
koneksitas infrastruktur, seperti pelabuhan mencapai 49 persen akan dikuasai
asing, operator bandara internasional, bisa mencapai 100 persen, Jasa
kebandaraan bisa mencapai 49 persen, Terminal darat untuk barang, bisa mencapai
49 persen, dan periklanan, bisa mencapai 51 persen, terutama di kalangan
negara-negara ASEAN. (Sumber; http://www.nahimunkar.com)
Sumber Gambar; www.beritadewan.com
Dengan demikian, PEMILU 2014 yang akan digelar
sebentar lagi, untuk siapa? Rakyat sebagai penentu utama akan adanya PEMILU
hanyalah sebatas pemilih yang tak memiliki kekuatan untuk merubah bangsa ini
menjadi bangsa yang lebih baik, demo yang selama ini dilakukan, selalu
berbenturan dengan aparat pemerintah yang ketika ingin melakukan perubahan. Inilah
kenyataan yang sesungguhnya, ketika untuk kepentingan Negara, uang tidak
memiliki arti sama sekali, 17 triliun masih terlalu kecil. Namun, ketika untuk
kepentingan rakyat, para elit politik berdebat habis-habisan dan
mempertontonkan aksi belasungkawanya melalui media.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau