Salah satu sifat manusia yang tak bisa
dipungkiri adalah keinginan yang tak pernah puas (berubah-ubah) baik ditinjau
dari ekonomi, hubungan seks, maupun kebutuhan-kebutuhan hidup yang lainnya.
Berdasarkan hal tersebut menjadikan manusia selalu beruha mendapatkan segala sesuatu
yang menjadi kebutuhan bahkan dengan menggunkan segala cara agar keinginan
tersebut dapat tercapai dengan baik walau tidak maksimal.
Secara mendasar kebutuhan hidup itulah yang
membuat manusia berubah-ubah, terkadang berpindah dari satu tempat ke tempat
yang lain demi memenuhi kebutuhan hidup secara normal, yang dimana hal ini
diartikan sebagai transmigrasi, baik melalui pemerintah maupun keinginan
pribadi untuk menemukan hidup yang lebih baik. Pemenuhan kebutuhan hidup, baik
makanan maupun kebutuhan yang lainnya, tentu saja tidak mudah dilakukan seperti
membalikkan telapak tangan namun membutuhkan perjuangan yang keras bahkan harus
banting tulang dari pagi ke pagi lagi.
Menikah bukan hanya sekedar melarikan anak gadis
orang (tradisi lombok) atau melamar (tradisi jawa) namun memiliki pengertian
luas, baik itu secara sederhana maupun secara luas. Menikah adalah bersatunya
dua insan dalam ikatan suci atau menikah adalah mempertemukan dua buah keluarga
dalam ikatan yang sama sehingga memiliki ikatan keluarga baru dalam kehidupan
yakni keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, sehingga tali silaturrahmi
akan semakin meluas.
Komunikasi antara orang tua dengan anak harus
dibangun secara harmonis untuk menanamkan pendidikan yang baik pada anak.
Buruknya kualitas komunikasi orang tua dengan anak berdampak buruk bagi
keutuhan dan keharmonisan keluarga. Seperti contoh, faktor penyebab anak
kecanduan rokok sehingga mengakibatkan menjadi perokok aktif yang merupakan
akibat dari buruknya komunikasi interpersonal yang terjalin dalam keluarga.
Bentuk-bentuk komunikasi dalam keluarga menurut
Pratikto (dalam Prasetyo, 2000), salah satunya adalah komunikasi orang tua
dengan anak. Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu
ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anak.
Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah,
disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua
dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat.
Keluarga adalah sebagai suatu sistem yang
terdiri atas individu-individu yang berinteraksi dan saling bersosialisasi dan
mengatur. Keluarga merupakan tempat dimana sebagian besar dari kita mempelajari
komunikasi. Definisi ini menekankan hubungan-hubungan interpersonal yang saling
terkait antara para anggota keluarga, walau hanya berdasarkan pada ikatan darah
atau kontrak-kontrak yang sah sebagai dasar bagi sebuah keluarga (Brommel,
1986).
Komunikasi yang berorientasi konsep adalah
komunikasi yang mendorong anak-anak untuk mengembangkan pandangan dan
mempertimbangkan masalah. Komunikasi yang berorientasi konsep lebih
memperhatikan aspek fungsi dan mendorong anak menimbang semua alternatif
sebelum mengambilan keputusan serta membiarkan anak berada dalam kontroversi
dengan mendiskusikan permasalahan secara terbuka. Dimensi konsep ini
mencerninkan diskusi terbuka dari permasalahan-permasalahan dan mempertanyakan
pendapat orang lain. Dalam komposisi tinggi rendahnya kedua orientasi tersebut,
baik sosial maupun konsep, maka melahirkan empat tipe pola komunikasi keluarga
sebagai berikut;
Komunikasi keluarga dengan
pola laissez-faire, ditandai dengan rendahnya komunikasi yang berorientasi
konsep, artinya anak tidak diarahkan untuk mengembangkan diri secara mandiri,
dan juga rendah dalam komunikasi yang berorientasi sosial. Artinya anak tidak
membina keharmonisan hubungan dalam bentuk interaksi dengan orang tua. Anak
maupun orang tua kurang atau tidak memahami obyek komunikasi, sehingga dapat
menimbulkan komunikasi yang salah.
Komunikasi keluarga dengan pola protektif,
ditandai dengan rendahnya komunikasi dalam orientasi konsep, tetapi tinggi
komunikasinya dalam orientasi sosial. Kepatuhan dan keselarasan sangat
dipentingkan. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang menggunakan pola
protektif dalam berkomunikasi mudah dibujuk, karena mereka tidak belajar
bagaimana membela atau mempertahankan pendapat sendiri.
Komunikasi keluarga dengan pola pluralistik
merupakan bentuk komunikasi keluarga yang menjalankan model komunikasi yang
terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota keluarga, menghormati minat
anggota lain dan saling mendukung.
Komunikasi keluarga dengan pola konsensual,
ditandai dengan adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga ini
menekankan komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi konsep. Pola
ini mendorong dan memberikan kesempatan untuk tiap anggota keluarga
mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang, tanpa mengganggu struktur
kekuatan keluarga.
Dari uraian tersebut diatas yang dimaksud pola
komunikasi dalam penelitian ini adalah pola komunikasi yang sering dipakai
terhadap penerapan fungsi sosialisasi keluarga dalam memperhatikan tumbuh
kembang anak, yang meliputi, pola laissez faire, pola protektif, pola
pluralistik dan pola konsensual.
Salah satu contoh dari isu terbaru dimana
diskomunikasi antara anak dengan orang tua “seorang anak kandung menuntut
ibunya ke meja hijau” manisa adalah salah satu anak kandung dari ibu artija
yang sudah berkeluarga, perkara dimulai ketika manisa melaporkan kakak
kandungnya ismail dan keponakan syafi’I (anak ismail) kepada pihak kepolisian
sektor sumbesari, jember, yang pada akhirnya pihak kepolisian menetapkan
ismail, safi’I dan ibu artija (ibu kandung ismail) sebagai tesangka namun
ketiganya tidak di tahan.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau