“Kekanak-kanakan” itulah yang dikatakan Ahmad Mubarroq
dalm apa kabar indonesia pagi lewat telepon di TVONE. Para elit politik
bergejuh bagaikan para remaja yang sedang adu argumen, tak ada yang mau
mengalah dan mau menang sendiri karena ego yang tinggi. Dan bahkan harus
diselesaikan dengan tawuran. Apakah wajar jika kita analogikan para elit
politik bangsa indonesia ini seperti anak remaja yang sedang adu argument? Saya
rasa dan anda juga pasti mengatakan lebih dari itu, karena memang tak ada
bedanya. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh pembawa acara kepada salah
satu kader Demokrat (Bapak Ruhut), para elit politik indonesia sedang
gencar-gencarnya mebahas permasalahan kebobrokan partai demokrat, agar partai
penguasa ini hancur, sedang permasalahan rakyat begitu banyak yang masih belum
terselesakan? bagaimana menurut bapak?
“Kekanak-kanakan” kata-kata yang betul apa
adanya yang dilontarkan oleh bapak Ahmad Mubarroq. Misalnya saja waktu
keputusan mengenai BBM, apakah akan dinaikkan atau ditetapkan sesuai dengan
harga biasanya, para elit politik bertengkar dan tidak mau mengalah dalam
mengadu argument, bahkan beberapa partai keluar dari persidangan gara-gara
argumennya tidak disetujui dengan pasti, namun hasilnya BBM tetap dengan harga
semula akan tetapi ada beberapa undang-undang baru yang ditetapkan yang lebih
berbahaya lagi. Salah satu contoh lain yang lebih unik lagi adalah salah satu
anggota DPR dengan asik menonton video yang ditangkap oleh kamera, padahal
waktu itu sedang melaksanakan persidangan. Dan banyak lagi contoh-contoh yang
membenarkan kata-kata dari bapak Ahmad Mubarroq.
Dari sisi partai, semua partai tak ada yang
salah, bahkan semua partai adalah suci, namun tergantung orang-orang yang
berada didalamnya. Partai dibentuk oleh manusia sebagai jalan batu loncatan,
dari miskin menjadi kaya, dari katrok menjadi terkenal bagaikan artis musiman (sekarang
tenar besok gak lagi). Pembentukan partai pun tidak semata-mata untuk
menjadikan partai semakin terkenal dan rakyat tersepelekan, semuanya memiliki
tujuan yang luhur dalam membangun bangsa indonesia yang lebih baik, “coba saja
anda lihat iklan setiap partai” apakah mereka ingin terkenal seperti artis?
saya rasa tidak, karena jika ingin terkenal seperti artis maka iklan tersebut
tidak akan pernah berhenti ditayangkan. Apakah mereka ingin dipilih? Jawaban saya
(ya) dan anda juga pasti (ya). Karena iklan tersebut ditayangkan ketika pemilu
akan menjelang. Benar kan?
Tak jauh beda ketika pemilihan presiden
mahasiswa, para tim sukses bergeliria mencari masa pendukung. Membuat iklan
sebaik mungkin, program yang ditawarkan, calon yang diusung harus betul-betul
dikenal oleh mahasiswa (calon pemilih), organisasinya besar atau kecil, KPUnya
seperti apa dan lainnya. Semuanya sama (proses), namun memiliki perbedaan yang
tidak bisa disamakan bahwa antara pemilihan presiden Negara dengan presiden
kampus. Mahasiswa belajar menjadi pemain elit agar bisa menguasai
mahasiswa-mahasiswa yang lain, yang kerjaannya hanya kuliah saja. Dari hal tersebut mahasiswa sudah mengajarkan
diri untuk membentuk kubu-kubu, saling beradu argument bahkan saling
menunjukkan kekuatan (fawer) sehingga
kelak juga akan menunjukkan kekuatannya pada semua orang.
“Nasib bangsa 10 tahun yang akan datang bisa
dilihat dari generasi masa sekarang” aneh tapi nyata. Sebuah kata-kata yang
bisa menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk melihat perkembangan bangsa
indonesia tercinta ini. sehingga bisa saya ambil kesimpulan bahwa orang tua
sebagai ayah dan ibu generasi bangsa yang sesungguhnya bisa melihat nasib
mereka selanjutnya, dengan mendidik anaknya menjadi anak yang berbudi luhur dan
memiliki jiwa social yang tinggi sehingga kelak ia akan menjadi pemimpin besar
yang lebih mengutamakan rakyat ketimbang mengutamakan kesejahteraan kantong
kering. “semua orang tua, baik dari
pejabat tingkat tinggi sampai rakyat tingkat bawah”
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau