Ku rangkai kata-kata agar engkau terus membaca, membaca
dengan perlahan, baris demi baris. Ingin rasanya memotong dan mengganggumu
namun kau begitu asik sehingga tak peduli dengan orang lain. Matamu menatap
dengan tajam, bibir anda berguman seirama dengan bait-bait tulisan yang kau baca
ini. rasanya ingin memotong lagi namun kau terus memaksa. Memaksa untuk membaca
sampai akhir. Tak ada alasan lagi, yang ada hanya tarian tangan memainkan
keyboard dengan pelan. Sedangkan otak terus berpikir kata-kata apa yang akan
ditulis. Perasaan bahagia dan bangga beradu, bertarung dengan sengitnya. Perasaan
bahagia menantang dengan sombong sedangkan perasaan bangga tak mau kalah. Tertawa
terbahak-bahak dengan membusungkan dada.
Perasaan takut yang begitu kuat menjadi penengah
dalam pertarungan. Memisahkan agar tidak menyakiti satu sama lain. Padahal rasa
takut hanya ingin memperlihatkan kesombongan dirinya. Merasa sok pinter dan
pemberani. Seakan-akan tak dapat dikalahkan oleh perasaan bahagia dan bangga. Rasa
keberanian hanya terkulai lemas tak berdaya, malu dan tidak berani berkata
apa-apa. Yang ia bisa hanya berteduh dan mengeluh akan kelemahannya. Ia datang
dengan wajah memelas seolah-olah kalah sebelum berperang. Datang diantara
persaingan sengit yang terjadi antara rasa bahagia dan bangga serta rasa takut.
Menundukkan kepala sehingga membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
Tak berakhir seperti itu, kini kau mulai semakin
asik dalam membaca, dengan penuh penasaran apa yang akan terjadi. Mulai bingung
dengan kata-kata yang tak berguna ini. rasa berani yang datang dengan wajah
memelas, apakah kalian tidak kasihan dengan ku. aku yang seharusnya melebihi
kalian malah tak punya nyali untuk memperlihatkan keberanian ku. kalian selalu
menjadi penghalang ku, ketika aku sudah mulai berani, kau (rasa takut) muncul
sebagai hantu yang mematikan. Disaat aku mulai berani kau (rasa bahagia) muncul
sebagai penggoda yang dahsyat, bagaikan goyangan surge dunia. Ketika rasa
berani ku telah datang kau (rasa bangga) muncul sebagai pengecoh, bersilat
lidah sehingga membuat ku sombong dan paling benar sendiri. Sehingga aku
bertanya, kenapa kalian harus ada dalam diriku yang seperti itu. Bukan membantu
ku dalam memenangkan pertarungan hidup melalui jalan_Nya. Malah membuatku
menjadi sengsara.
Kini, apakah aku harus bertarung melawan kalian
dengan ke tidak beranian ku. apakah aku harus melenyapkan kalian dengan ke tidak
berdayaan ku. sungguh tak tahu malu dan berterima kasih. Padahal kalian sebagai
benteng pertahanan ku yang kokoh. Sebagai kekuatan utama menjadi pemenang,
menjadi garda depan yang tak pantang menyerah. Sungguh kau adalah orang yang
paling menyesatkan. Kini kau semakin asik dalam membaca tulisan ini. walau
tidak bermakna bagi mu. Mereka pun tertegun sejenak mendengar perkataan rasa
berani. Kemudian terdengar, hay, kau rasa berani: apakah sepantasnya kau
berbicara begitu pada kami, apakah kau tidak sadar dengan ucapan mu bahwa kau
telah kalah sendiri. Kau ini kuat namun sungguh lemah.
Pertarungan pisik pun berubah menjadi
pertarungan kata-kata. Berdebat seolah-olah bagikan ksatria pilosofis dan para ksatria
pujangga. Memainkan kata-kata yang penuh dengan kekasaran. Lidah mereka bergoyang
dan menari bagaikan penari dangdut, merangkai kata-kata dengan penuh ketajaman.
Sungguh tidak tahu malu.
Entah
sampai kapan
Entah
sampai dimana
Berkelahi
bagaikan anak kecil
Sampai
tak kenal waktu
Terus,
terus dan terus.
Mereka
tidak pernah puas
Mereka
tidak pernah mau mengalah
Yang
ada hanya rasa ingin menang
Benarkan
ini yang sesungguhnya
Ataukah
hanya sebuah rekayasa
Namun
ini sungguh nyata bagi ku
Mereka
datang tanpa diundang
Tiba-tiba
muncul, merasa sebagai pahlawan
Ingin
menjadi garda depan
Namun
terus ingin saling dahului
Walau
dengan menghalalkan cara.
Sehingga
kau pun terpaku
Tak
bisa berbuat apa-apa
Selain
hanya terdiam dan bingung.
Pikiran
buntu
Bertindak,
antara ya dan tidak
Padahal
itu sederhana
Hanya
menempatkan mereka pada posisi yang asik
Dan masih kah kau asik membaca?
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau