Sumber Gambar; www.sindonews.com
Kalau dalam nyanyian bang haji rhoma irama “banyak
jalan menuju rhoma” maka banyak cara untuk mendapatkan kebahagian, banyak cara
untuk menikmati hidup, banyak cara untuk menipu dunia dan yang lainnya. namun,
tentu saja ini tidak bisa dilakukan oleh semua orang, karena kata-kata bijak terkadang
tidak bisa menyentuh dan dijadikan sebagai pelajaran bagi setiap orang, bahkan
tak mengenalnya sama sekali. Sebagian orang hidup dalam kemonotonan walau
merasa lelah dan perih, namun tetap dijalani karena tak ada jalan yang dapat
dipikirkan.
Dengan demikian, tentu saja bagi para intelektual
memiliki seribu macam cara dalam menempuh kebahagiaan, masa depan dan yang
lainnya. namun tidak bagi orang-orang tertentu, seperti yang saya ilustrasikan
dibawah ini, semoga kita semakin terbuka dan bersyukur akan keadaan yang kita
dapatkan.
Dor
adalah seorang laki-laki muda yang gagah perkasa, hidup dalam pedesaan yang
tertinggal, kehidupan malam bagai dunia tanpa matahari karena didesanya tidak
ada aliran listrik, hanya lampu yang terbuat dari botol kaleng yang menerangi
rumahnya. Kehidupan sehari-harinya dijalani dengan apa adanya. Karena keadaan
ekonomi orang tua yang pas-pasan dor tidak pernah mengeyam pendidikan seperti
pemuda-pemuda yang lainnya. Dor hanyalah seorang anak miskin yang tak mampu
berbuat apa-apa dengan keadaan yang dialaminya. Setiap hari kerjaannya hanya
pergi kesawah membantu ayahnya membajak sawah. Suatu hari, Dor duduk digubuk-tuanya
sambil merenung akan kondisi hidup yang dialaminya. Karena ini ilustrasi maka
kira-kira renungannya seperti ini.
Tuhan…
Aku lelah
dengan keadaan ini…
Setiap hari…,
sawah dan rumah adalah pemandangan yang tak pernah hilang…
Malam…,
tak pernah indah seperti mimpi yang menemani ku tidur…
Apakah ini
semua kehendak_Mu…, ya Tuhan ku…
Tuhan…
Aku tak
berilmu, apalagi memiliki kemahiran dalam diri ku…
Tidak seperti
teman-teman ku yang lain…
Mereka bermain…,
berprestasi…, bahkan memiliki segalanya…
Sedangkan aku…,
Membaca aja
gak bisa…, apalagi menulis…
Aku tak
mengenal huruf…
Aku…,
hanyalah anak miskin yang tak mampu berbuat apa-apa…
Makan sehari-hari
aja…, terkadang harus menahan lapar…
sambil
memegang dagu, Dor menatap ayahnya yang sedang bermain dengan kerbau, berputar
ketika garis pinis telah ditempuh, dan terus berlanjut sampai sawah selesai
dibajak semuanya. Dor meneteskan air mata kesedihannya karena tak kuasa melihat
kondisi orang tuanya yang sudah tua namun masih dilihatnya bekerja, seharunya
saat ini sedang menikmati hari tuanya yang bahagia. Dibalik kejauhan, Dor
melihat ibunya yang sedang membukuk menghadap tanah, dengan tangan yang masih
lincah menancap benih padi, kaki yang gesit berjalan mundur. Dor menatap
matahari yang begitu panas sambil melirik keibunya, batinya semakin menjerit
kesedihan. Namun apalah daya, Dor hanyalah anak petani yang tak mampu berbuat
apa-apa, yang iya bisa lakukan adalah membantu orang tuanya menjadi seorang
petani.
Dalam gambaran ini, tentu saja anda sebagai
pembacanya memiliki pandangan yang berbeda-beda, paradigma dari sudut yang tak
bisa aku tebak. Namun, konsepnya hanya sederhana, bukan karena kemiskinan, tak
berpendidikan, tidak memiliki skill, namun terisolasi dari kesadaran dunia,
yang diketahui hanyalah hidup sesuai dengan apa yang ada didepan. Menurut anda…, apakah ada yang
masih hidup terisolasi dari kesadaran, seperti yang saya ilustrasikan diatas?
Tentu banyak sekali menurut saya, tidak tahu menurut anda.
Salah satu poin yang ingin saya sampaikan
adalah, pemberian kesadaran sejak dini untuk generasi muda, tanpa mengenal
status. Apakah kalangan tidak mampu sama sekali sampai pada kemampuan yang
berlebih. Tentu saja kesadaran yang harus ditanamkan berbeda-beda, sesuai dengan
idiologi yang anda miliki. Akan tetapi, yang paling sederhana adalah, kesadaran
sifat amanah.
Sebuah sifat yang harus dimiliki sejak dini agar ketika sudah dewasa tidak
menjadi brandal intelktual.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau