Sebagian masyarakatnya
indonesia dewasa ini, masih dalam angka kemiskinan, masyarakat miskin yang
masih membutuhkan uluran tangan untuk dapat bertahan hidup, selain itu, pemahaman
kita tentang kaum miskin tidak dapat dilepaskan dari filosofi tentang buruh,
kerja, dan nilai. Hal inilah yang kemudian menjadi landasan dasar bagi
pemerintah bahwa masyarakat miskin harus diutamakan dan diberdayakan, agar
tidak menjadi parasit ditengah-tengah kemajuan indonesia.
Seperti yang
diungkapkan oleh Marx bahwa; kaum
miskin adalah parasit sosial yang merugikan. Di satu sisi, kaum miskin dianggap
kelompok berbahaya karena mereka parasit sosial yang tidak produktif.
Pencoleng, pekerja seks, pencandu narkoba, dan sejenisnya adalah kelompok yang
membahayakan secara politik karena tidak terorganisasi, tak dapat diprediksi,
dan cenderung reaksioner. Kata “lumpenproletariat” pun dipakai untuk
mendemonisasi kaum miskin secara keseluruhan (http://indonesiaindonesia.com).
Di sisi lain, kaum
miskin dianggap tenaga cadangan bagi industri. Kaum miskin adalah tenaga
cadangan yang sementara tidak bekerja, tetapi sewaktu-waktu dapat
diintegrasikan ke dalam produksi industrial. Kaum miskin sebagai tenaga
cadangan adalah ancaman permanen bagi kelas pekerja atau buruh. Pertama,
penderitaan yang dialami kaum miskin memberikan contoh yang mengerikan kepada
buruh mengenai apa yang juga dapat terjadi atas mereka. Kedua, kaum miskin
adalah kelebihan pasokan tenaga kerja yang dapat menurunkan upah dan sekaligus
posisi tawar buruh terhadap majikannya.
Selain itu,
kemunculan perbudakan yang terjadi beberapa bulan lalu menjadi sebuah cambuk
yang menyakitkan bagi pemerintah, indonesia yang berlandaskan demokrasi dan
kebebasan malah menjadi tuan rumah perbudakan. Ini semua bak pengemis dirumah
sendiri, masyarakat indonesia dijadikan sebagai bahan kemewahan dan sumber
kekayaan karena tidak memiliki keuletan dan keterampilan dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Yang pada dasarnya sebagai satu kesatuan Negara Repoblik
Indonesia harus sama-sama membantu dalam menumbuh kembangkan sumber daya
manusia yang ada.
Namun Antonio Negri
(2004) menolak premis Man mengenai kaum miskin. Pertama, tenaga cadangan
industri sesungguhnya sudah tidak ada lagi mengingat buruh tidak lagi membentuk
kesatuan yang padat dan koheren. Buruh industri saat ini hanyalah satu jenis
kerja di antara berbagai jenis lainnya di dalam jejaring yang dimaknai oleh
paradigma imaterial. Keterbelahan sosiai antara buruh dan penganggur menjadi
semakin suniir. Di epos pasca-Fordisme seperti sekarang tidak ada lagi
pekerjaan yang stabil dan terjamin. Tidak ada pekerjaan yang aman, segalanya
bersifat tentatif, kontrak, out-source, dan musiman. (http://indonesiaindonesia.com)
Kedua, tidak ada
“cadangan” dalam pengertian tenaga kerja yang berada di luar proses produksi
sosial. Kaum miskin, pengangguran atau tunawisma pada dasarnya subyek yang
berperan aktif dalam produksi sosial masih tidak diupah. Mereka bukan tidak
melakukan apa-apa. Strategi yang mereka lakoni untuk bertahan hidup sungguh
luar biasa dan perlu kreativitas dan sumber daya. Kaum miskin di sebuah desa
tertinggal di Jawa Tengah, misalnya, membuat aturan memasak dengan pemakaian
minyak goreng bersama. Strategi mereka untuk menghemat minyak goreng bukan
sekadar memproduksi masakan, melainkan juga hubungan sosial berbasis afeksi dan
solidaritas.
Menuju masyarakat
yang mandiri
Masyarakat adalah Masyarakat adalah sejumlah manusia yang
merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan
mempunyai kepentingan yang sama. Seperti; sekolah, keluarga, perkumpulan,
Negara semua adalah masyarakat. Sedangkan menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia
dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan,
serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan
cara utamanya dalam bermata pencaharian.
Dari pengertian
ini ada beberapa kata kunci bahwa masyarakat tidak boleh saling meninggalkan
satu sama lain, baik dalam kesuksesan dunia dan akhirat maupun kebutuhan hidup
sehari-hari, yakni; berhubungan, kepentingan yang sama, pemikiran, perasaan dan
system atau aturan yang sama.
A. Berhubungan
Sebagai masyarakat
atau kelompok sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, masyarakat
dituntut untuk saling menjaga, menghormati, menghargai, menolong dan sama-sama
menunjung ekonomi bersama untuk terciptanya masyarakat yang mandiri. Sebuah masyarakat
layak yang tidak membutuhkan uluran tangan pemerintah. untuk mencapai
kemandirian, perlunya kesadaran bersama seluruh elemen masyarakat, tanpa
menyadari akan sifat sosial yang dimiliki akan terjadi strata-strata sosial kecil
yang akan semakin berkembang, dan ini tidak boleh dibiarkan terjadi.
Hubungan masyarakat
yang satu dengan masyarakat yang lainnya, tentunya harus terjalin dengan baik,
berkomunikasi secara terus menerus untuk menjaga keharmonisan dalam
bermasyarakat menjadi penting untuk dilakukan, jika hubungan itu terkikis
dengan perlahan, maka akan ada dua kemungkinan yang terjadi; persaingan yang
ketat dan pendiskriminasian terhadap masyarakat lain. Sehingga dampak ini akan
menyebabkan pertikaian dan permusuhan yang terus menerus (turun temurun).
B. Kepentingan yang sama
Pada dasarnya
masyarakat atau manusia memiliki kepentingan dan tujuan hidup yang sama, yakni
kesuksesan dunia dan akhirat. Di dunia menjadi kaya raya dan di akhirat menjadi
bagian dari isi surga. Tujuan inilah yang sebenarnya harus disadari dengan
sungguh-sungguh, sebuah tujuan yang tidak boleh meninggalkan saudara atau sesama
muslim dalam keadaan apa pun, karena kita semua memiliki ikatan yang kuat. Dari
sisi inilah bahwa jika kita semua sadar maka tak akan ada saudara kita yang
akan menjadi pengemis, generasi muda yang tinggal dijalanan, pemulung sampah
dan manusia gerobak serta yang lainnya.
C. Pemikiran
Kelebihan manusia
dengan mahluk lainnya adalah diberikan akal oleh Allah SWT, sehingga manusia
mampu berpikir mana yang baik dan mana yang buruk. Kelebihan ini tidak
semesta-mesta menjadi sebuah kebanggaan namun juga bisa menghancurkan manusia
dari derajatnya yang mulia disisi Tuhan. Karena semua ini sudah jelas bahwa
jika manusia tidak menggunakan pikirannya dengan sebaik-baiknya maka akan lebih
buruk dari mahluk Tuhan lainnya, begitu juga sebaliknya.
Banyak orang yang
berpikir bersama-sama orang lain, namun memperkaya diri sendiri (penjual otak
manusia), banyak yang bersilat lidah dengan manis, namun hanya untuk
kepentingan pribadi (pembohong). Sehingga benar apa yang dikatakan oleh bang
Haji Roma Irama bahwa “yang kaya akan semakin kaya, dan yang miskin akan semakin
miskin”.
Solusi Dan Kesimpulan
1. Solusi
“Jangan jadikan
perbedaan ini menjadi kemakmuran sendiri dan sesaat namun mari kita jadikan
perbedaan ini untuk kita bersama-sama dan untuk selamanya”
Solusi yang
dapat saya tawarkan adalah sebagai berikut;
A. Mari kita sama-sama membuat sebuah konsep yang
matang untuk masyarakat seutuhnya. Konsep pembangunan kemandirian masyarakat
yang menjamin kesejahteraan bersama, sesuaiyang tertuang dalam pancasila,
alinea kelima “kesejahteraan bagi seluruh rakyat indonesia”
B. Mari kita bersama-sama mengembangkan dan mendidik
generasi muda menjadi calon generasi yang berakhlak mulia agar pemerataan
kesejahteraan dapat terwujud.
C. Mari kita sama-sama saling membantu untuk
menjadikan masyarakat indonesia menjadi masyarakat yang cerdas dan memiliki
keterampilan agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
D. mari kita saling merangkul dan memberi agar tak
ada lagi angka kemiskinan yang selalu menghantui indonesia tercinta.
2. Kesimpulan
Sebagai mahluk
sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, tentunya kita tidak boleh
berpikir picik atau mau menang sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, karena
secara dasar kebutuhan hidup semua manusia sama dan tidak berbeda, yakni;
kebutuhan makan, minum, tidur, beraktivitas dan lainnya. Oleh karena itu,
sebagai manusia yang darmawan dan tidak sombong dalam menjalani hidup, marilah
kita sama-sama saling membantu satu sama lain, baik itu dalam teori maupun
materi agar apa yang kita miliki di dunia ini dapat kita pertanggungjawabkan
dengan sempurna dihadapan Tuhan nanti.
Jangan tersenyum
namun berpaling, jangan melihat namun menoleh, jangan berbicara namun
berbohong, akan tetapi marilah kita bergandengan tangan untuk terus bersama
dalam menjalani hidup yang pahit ini. “Satu
Darah, Satu Tanah Air Dan Satu Bahasa Kita” walaupun kita berbeda dari segi
pisik maupun yang lainnya namun kita tetap sama, yaitu hamba dan mahluk Tuhan
yang mulia.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau