Sumber Gambar; sebelumsayalupa.wordpress.com
Kisah ini, adalah kisah nyata yang saya ambil
dari perjalanan hidup seorang generasi muda Lombok, dalam penulisan kisah ini,
tidak ada unsur-unsur yang kebohongan dan untuk membuka aib perjalan hidup,
namun sebagai pelajaran akan bagaimana memilih jalan hidup, karena manusia
harus memilih dan menentukan jalan hidupnya agar tidak abu-abu, dan amburadul
kedepannya, bahkan sejak dini kita harus menemukan jati diri kita sebagai
manusia agar tidak salah jalan dan menjadi sampah di masyarakat. namun, paling
tidak kita bisa menjadi lebih berarti untuk keluarga, dan diri kita sendiri
dalam menjalani hidup yang singkat ini.
Karena bagi saya (Satriawan) hidup bukanlah
menjadi orang hebat yang bisa dikenal oleh seluruh dunia, namun ditakuti dan disegani
oleh malaikat Tuhan akan kebaikan dan rasa tanggung jawab kita sebagai hamba
Tuhan yang sedang berjalan untuk menemukan jalan Syurga. Karena kehidupan abadi
akan lebih menakutkan ketika kita menjadi hamba yang tidak taat akan jalan
Tuhan, dan menyenangkan ketika kita berani melawan jalan Syaitan, dan selalu
berserah diri kepada Allah SWT.
Namaku Satriawan, bisa dipanggil awan. Lahir dari
keluarga sederhana namun memiliki semangat hidup dan perjuangan masa depan yang
sangat tinggi. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara, adek ku yang
pertama cewek, dan yang kedua adalah laki-laki. Kami hidup ditempat yang
terpencil namun adalah objek wisata yang sangat indah, kegiatan sehari-hari ku
membantu orang tua dalam hal pertanian, karena orang tua ku adalah berprofesi
sebagai seorang petani.
Sejak aku lulus SD, aku menjadi anak laki-laki
yang sedikit bandel, suka berkeliaran, namun tidak lupa membantu orang tua
saya. Hal ini saya lakukan untuk meringankan bebas orang tua dalam memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Namun bukan berarti kami adalah keluarga miskin,
akan tetapi bisa dibilang hidup yang berkecukupan sederhana. Berkecukupan sederhana
yang saya maksud adalah ada namun tidak begitu banyak, alias mampu memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai saya dan adek-adek saya untuk terus
sekolah.
Sebagai seorang anak pertama, seharusnya lebih
berpikir dewasa dalam bertindak, lebih bijak, serta mampu memikirkan masa depan
adek-adek saya. Namun kenyataannya adalah saya hanya mampu memenuhi dan
membantu orang tua saya apa adanya. Dengan pergaulan kelas bawahan, yang tidak
memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan mampu dijadikan sebagai panutan
dan pelajaran, membuat saya terperanguh dan tidak bisa meneruskan sekolah saya
kejenjang yang lebih tinggi, baik thu SMP, SMA, dan S1.
Sejak berumur sekitar 18 tahun, akhirnya saya
memutuskan untuk menikah, karena pada waktu itu, saya sedang-sedang merasakan
jatuh cinta yang hebat, bisa dibilang “cinta monyet”. Namun keputusan ini saya ambil
tidak berdasarkan keegoisan saya maupun yang lainnya. melainkan atas dasar
pikiran saya yang sudah tak sanggup melihat orang tua saya berkorban
mati-matian untuk memberikan jaminan pendidikan yang sebaik-baiknya untuk masa
depan saya. Hanya saja, saya yang tidak mampu melaksanakan itu semua,
perjalanan yang pahit dan pergaulan yang tidak terarah membuat otak saya
menjadi buntu terhadap dunia pendidikan. Jika orang tua saya terus mati-matian
memperjuangkan untuk pendidikan saya, saya rasa akan menjadi sia-sia.
Setiap orang terlahir dengan pengetahuan dan
pengalaman masing-masing, kemampuan dan keahlian masing-masing, serta hal-hal
yang membuatnya menjadi seseorang yang berbeda dari yang lainnya. walaupun saya
tidak berpendidikan, namun saya percaya bahwa Allah SWT. Akan memberikan
jawaban kepada setiap hambanya tentang bagaimana mengelola dan berjuang dalam
hidup ini. Dan hal itu, terbukti ketika saya sudah berkeluarga dan memiliki
anak yang manis dan lucu, saya bekerja dan menggarap sawah dengan penghasilan
yang lumayan, bahkan bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Hanya saja
karena pernikahan kami yang masih dibawah umur, membuat kami tidak bisa
mengontrol dan mengelola uang dengan baik. sehingga setiap pendapatan habis
untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak memiliki tabungan untuk jangka
panjang.
Hidup memang tak membutuhkan banyak bicara,
banyak bicara dibutuhkan ketika mencari ide-ide yang cemerlang saat diskusi
bersama kawan-kawan atau keluarga dalam mencari solusi yang tepat. Setelah itu,
banyak bicara hanya membuang waktu dengan percuma, karena tindakan yang nyata adalah
pembuktian yang sesungguhnya terhadap keluarga, kawan maupun yang lainnya. dan
hal ini, menjadi salah satu arah dalam hidup saya. Lebih baik bertindak dari
pada ngomong panjang lebar namun tidak memiliki hasil. Sebagai kepala keluarga
yang harus bertanggung jawab, dank arena saya tidak memiliki ijazah untuk
bekerja ditempat-tempat yang lebih baik, profesi keturunan adalah langkah yang
tepat untuk saya lakukan. Di mana profesi menjadi petani merupakan jawaban
untuk mencoba bertahan dan berjuang untuk membiayai keluarga.
Dan saya hanya bisa bersyukur kepada Allah SWT,
yang telah memberikan jalan untuk saya dalam memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, walau bagi sebagian orang, generasi muda saat ini, menjadi petani
adalah hal yang salah, tidak akan menaikkan derajat keluarga. Akan tetapi bagi
saya, ini adalah jalan Tuhan, sebuah jalan yang sudah digariskan kepada saya
untuk dijalani. Namun, saya bisa mengatakan bahwa pendapatan saya dalam tiga
bulan, bisa mengalahkan gaji PNS yang ada di indonesia ini.
Nama lengkap saya adalah Satriawan, nama orang
tua saya adalah Amaq Awan dan Inaq Awan. Diambil dari nama panggilan saya (awan),
karena saya adalah anak pertama. Nama adek perempuan saya adalah Siti Aisyah,
dan nama adek laki-laki saya adalah Husnan. Saya tinggal di Desa Mekar Sari,
Dusun Tampah (pariwisata LOTENG), Kec. Prabar. Kab. LOTENG.
Catatan saya (Satriawan): hidup ini memang indah, memahami profesi
bukan dari nama profesi tersebut, namun seberapa banyak penghasilan yang kita
dapatkan dari profesi tersebut. Salam sukses.
SEMOGA KISAH
INI, ADA MANFAATNYA BUAT TEMEN-TEMEN SEMUANYA.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau