Sumber Gambar: aryawardhana.wordpress.com
Aku sadar,
dalam puing-puing rasa ini, tumbuh kekuatan untuk dapat bangkit dan bertahan
dari setiap bayangan gelap yang masih kau titip padaku. Aku masih ingat ketika
bibirmu berucap untuk “setia”, matamu begitu jujur dalam memberikan harapan
untuk dapat menjadi satu pada waktunya. Aku masih ingat ketika langkah merayu,
menggoda dan menggoda, bahkan menghadangku untuk melangkah mencari cahaya baru.
Karena bagimu, kau-lah cahaya satu-satunya yang dapat menerangi setiap jalanku.
Bahkan aku masih ingat, ketika tanganmu melambai untuk memberi salam, dimana
pada waktu itu, tanganku baru pertama kali berkenalan dengan tangan lembutmu.
Namun,
aku juga sadar karena semua orang percaya bahwa “setiap ada pertemuan pasti
ada perpisahan”, tapi, aku masih ingat bahwa setiap deretan kata-katamu tak
pernah terucap untuk menemukan jalan buntu yang dapat memisahkan kita, bahkan
kau selalu bertahan untuk dapat menggapai setiap angen dan harapan yang pernah
kita persembahkan pada bulan dimalam hari itu. Kita bercerita banyak pada
bulan, tentang mimpi-mimpi indah yang akan kita jalani setiap hari, mengusung
canda tawa, didampingi dengan nuansa romantis. Bahkan akan dibantu dengan rasa
saling menjaga dan bertanggungjawab atas ikrar yang akan kita ucapkan pada pak
penghulu. Dan semua itu, masih terlihat jelas disaat kerinduan itu datang.
Entah,
apakah ini takdir atau Tuhan sedang tidur sehingga menggabaikan sumpah yang
pernah kita ucap. Ataukah ini memang kehendak yang kau ciptakan sendiri untuk
memilih jalan baru yang lebih baik dan bagus. Dan aku tak mengerti akan semua
ini. Karena pada dasarnya, aku telah membawamu pada jalan yang mulus tanpa ada
duri sedikitpun. Namun, kau tetap abaikan dengan senyum yang tak semanis
dahulu. Dan kini, setiap goresan cerita yang aku buat, banyangan itu masih saja
ikut meramaikan kata-kata yang ku miliki, walau aku sudah mencoba untuk
mengunci otakku agar tidak dilintasi dengan dirimu tempo dulu.
Kini, terkadang
aku sering duduk sendiri sambil bercerita pada bulan, kemanakah wanita yang
dulu selalu berada disampigku? Akankah kisah-kisah itu terulang kembali agar
bulan tak menangis meratapi karena kesendirianku. Bahkan bulan pun mengejekku
dengan cara bersanding mesra dengan bintang-bintang disampingnya. Kini,
kerapuhan ini telah membuatku tak bisa memahami diriku sendiri. Aku seakan-akan
sedang tidur dengan lelap hingga aku tak mengetahui matahari bangun setiap pagi
diufuk timur.
Akan tetpai,
mungkin dalam kisah kita, hanya satu hal yang dapat aku pahami, bahwa cinta
harus dipahami sebelum berjalan bersamanya. Karena bagaimana pun, cinta dapat
memberikan penjelesan-penjelesan tanpa menunjukkan jalan pulang. Hingga terkadang
membuat kita menjadi tersesat. Dan kini, satu tahun sudah banyangan indah dari setiap
cerita yang masih kau titipkan di dalam hatiku, menghantuiku, menyiksaku, mengiringku
pada ketidakberdayaan, walau sering sekali aku coba untuk memenjarakan diriku
sendiri dalam penjara besi tak berjendela.
Mugkin kini,
kau sudah terbang dan membuat sarang untuk dapat bertelur dengan damai, seperti burung-burung dengan sarang indah nan kuat. Dan aku pun ingin bebas untuk
mencari sedikit kebenaran dari setiap pertanyaan hatiku. Hingga terjawab dan
waktu pun mengizinkanku untuk merasakan kebahagiaan kembali.
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau