Oleh : Hamdan Syafii, S.Sos.I
Pendahuluan
Pelaksanaan
pengembangan masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Rothman (1979) meliputi
3 (tiga) model, yaitu: Locality Development, Social Planning, dan Social
Action, yang secara teoretis dapat dibedakan. Dalam pelaksanaannya, ketiga
model tersebut dapat digunakan secara integral dalam serangkaian program
pengembangan masyarakat, dan dapat pula digunakan secara parsial untuk sebuah
kegiatan intervensi.
Apapun model pengembangan masyarakat yang digunakan, maka pelaksanaannya sangat
dipengaruhi oleh kondisi masalah dan dan kondisi masyarakat itu sendiri. Dengan
demikian, strategi perubahan yang akan digunakan akan berbeda pula; tergantung
pada kondisi masyarakat yang selanjutnya disesuaikan dengan asumsi-asumsi yang
mendasari setiap strategi. Menurut Erlich, setidaknya strategi akan berisi
rencana aksi (action idea) ataupun rencana proses (process idea), yang akan
memandu dalam mengarah kepada tujuan. Oleh karena itu, strategi bersifat
dinamis, dan bergantung kepada assessment terhadap peran dan perilaku pihak
lain yang terlibat.
Pentingnya
strategi bagi para praktisi pengembangan masyarakat tidak dapat dipungkiri.
Tanpa strategi, ideologi dan komitmen mereka menjadi hanya omong kosong, dan
aksi tanpa strategi tidak berguna. Hanya melalui pertimbangan berbagai
alternatif yang dipikirkan secara matang dan memperhatikan aspek pragmatisnya
dapat dibuat evaluasi yang rasional terhadap berbagai rencana aksi, serta
memperhatikan kekuatan dan kelemahan dari strategi tersebut. Atas dasar
strategi yang ditentukan, maka teknik-teknik yang dibutuhkan dapat ditetapkan
untuk menerapkan strategi tersebut.
Elemen-elemen Dasar Strategi
Pemahaman
yang komprehensif dari konsep strategi, akan dapat diperoleh melalui penelaahan
elemen-elemennya. Menurut Erlich elemen-elemen tersebut adalah strategi sebagai
suatu tujuan (as a goals), sebagai teknik pengaturan (as orchestration),
sebagai perpaduan antara taktik konsensus dan konflik (as an amalgam conflict
and consensus tactics), sebagai suatu fenomena tugas dan proses (as task-process
phenomenon), serta sebagai suatu pilinan alat-tujuan (as means-ends spiral).
Strategi
sebagai suatu tujuan. Pada dasarnya, strategi dipandang sebagai sebuah upaya
yang diatur untuk mempengaruhi seseorang atau suatu sistem dalam hubungannya
dengan tujuan yang diinginkan oleh seorang pelaku. Makna “diatur” dalam
pengertian bahwa suatu usaha dibuat untuk memperhitungkan aksi dan reaksi pada
pihak lain yang menjadi pendukung dalam pencapaian tujuan. Tujuan yang
diinginkan itu cenderung bersifat umum, seperti suatu “keadaan sistem” tertentu
yang diinginkan oleh agen perubahan. Hal ini sering disebut “strategic intent”
(Hamel and Prahalad, 1989). Namun mengartikulasikan strategic intent ini bukan
pekerjaan mudah, karena setidaknya terdapat beberapa kesulitan, diantaranya:
Pengartikulasian
Tujuan, yaitu dalam memilih dan mengartikulasi tujuan pada tingkat pengertian
publik yang memungkinkan untuk dicapai, serta memungkinkan publik mengetahui
kapan mereka sudah mencapainya. Dengan demikian, membuat spesifik dan lebih
konkrit tujuan strategis yang umum merupakan bagian yang penting dalam proses
pengembangan masyarkat.
Substitusi
Ideologi, Sulitnya mengartikulasikan dan menspesifikan komitmen ideologis,
beberapa nilai umum disubstitusikan untuk tujuan aktual. Akibatnya praktisi
menjadi “true believers”. Komitmen seharusnya menjadi puncak bagi believers.
Tanpa komitmen kemajuan sulit didapat.
Menyepelekan
Tujuan, Dengan sulitnya tujuan dibuat spesifik, penggantian alat/cara untuk
pencapaian tujuan menjadi tidak biasa. Ini disebut “means rituals”.
Pengukuran
tujuan, Bagian dari masalah yang dihadapai adalah pencapaian dan penyelesaian
tujuan sulit diukur. Padahal tanpa pengukuran, tujuan menjadi lemah.
Strategi
sebagai Teknik Pengaturan Strategi dimaksudkan sebagai suatu “pengaturan” yang
dramatis, dimana setiap orang tampil dengan keterampilan dan peran yang
berbeda, serta mengikuti rencana aksi. Yang dilakukan setiap orang berkaitan
dengan seluruh bagian. Peran agen perubahan sebagai pendorong dan sutradara
yang berusaha untuk mengintegrasikan berbagai elemen yang berbeda. Dalam
prakteknya, dari satu tahap ke tahap berikutnya merupakan progres sehingga
seluruh tahap dari skema aksi lengkap.
Fokus
Strategi : Pendekatan Konsensus dan Konflik Permasalahan strategi adalah
seringnya pendikotomian dalam menentukan pilihan antara pendekatan konflik dan
konensus, dan ini merupakan kenyataan dalam kehidupan masyarakat. Penggunaan
konsensus dan konflik ini cukup dominan pada model pengembangan masyarakat dan
model aksi sosial. Bila dilihat secara lebih luas, konflik dan konsensus
dipandang sebagai kembar siam dari social progress. Kedua pendekatan ini
diperlukan dalam situasi tertentu.
Fokus
Strategi : Pendekatan Tugas dan Proses Dalam bekerja dengan sebuah kolektif atau
kelompok, perencana dan organisator selalu dihadapkan pada pilihan tekanan
orientasi: tugas atau proses. Orientasi tugas menekankan pada pencapaian hasil
dan menomorduakan pengembangan kapasitas masyarakat dan keterikatan diantara
mereka, sedangkan orientasi proses sebaliknya menomorduakan pencapaian hasil.
Strategi
sebagai Alat Tujuan Sebagian besar praktisi mengakui bahwa pengoperasian rantai
alat-tujuan sebagai pengalaman praktis yang umum. Konsep strategi sebagai
pilinan alat-tujuan yang diatur memiliki sejumlah konsekuensi yang penting bagi
pengembangan masyarakat.
Strategi Dasar Dalam Pengembangan Masyarakat.
Ada
3 (tiga) strategi dasar dalam pengembangan masyarakat, yaitu Strategi
Empiris-rasional, Strategi Normatif-reedukatif, dan Strategi Kekuasaan-Paksaan
(Power-Coercive). Seperti dijelaskan pada bagian terdahulu, pemilihan strategi
yang tepat didasarkan kepada asumsi-asumsi yang digunakan oleh perencana
terhadap kondisi masyarakat. Asumsi tentang masyarakat memberikan pijakan
kepada perencana untuk mennetukan berbagai hal yang harus dipersiapkan dan
dilakukan kemudian dalam mewujudkan tujuan yang ingin dicapai.
Strategi Empiris-Rasional
Strategi
Empiris Rasional didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut:
Manusia adalah mahluk rasional. Dengan demikian, musuh utama
rasionalitas manusia adalah kebodohan dan tahyul.
Manusia akan mengikuti kepentingan dirinya yang rasional.
Manusia akan menerima perubahan jika perubahan tersebut dapat
diterima dan dibenarkan secara rasional.
Untuk
itu, agen perubahan harus dapat menunjukkan manfaat perubahan bagi sasaran
perubahan. Karena apabila manfaat dari perubahan itu tidak dapat mereka terima
atau tidak dapat terbukti, maka mereka tidak dapat meyakini perlunya perubahan
bagi mereka. Tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan pengetahuan melalui
informasi atau dasar pemikiran intelektual.
Strategi Normatif-Reedukatif
Strategi
Normatif-reedukatif didasarkan pada asumsi sebagai berikut:
Pola tindakan dan perilaku warga masyarakat didukung oleh:
Norma-norma sosial-budaya,
Komitmen individu terhadap norma-norma,
Norma sosial-budaya didukung oleh sikap dan sistem nilai dari
indvidu (pandangan normatif yang memperkuat komitmen mereka),
Perubahan pola perilaku atau tindakan masyarakat hanya kaan
terjadi jika orang dapat digerakan hatinya untuk mengubah orientasi normatif
terhadap pola lama dan mengembangkan komitmen terhadap pola yang baru. Tujuan
yang ingin dicapai adalah perubahan siskap, perasaan, dan pola hubungan.
Strategi Power-Coercive.
Strategi
Power-coercive didasarkan kepada asumsi:
Manusia akan mengikuti keinginan dari pihak lain yang
dipandangkan memiliki kekuasaan lebih besar. Terlebih lagi bila sebagian sumber
pemenuhan kebutuhan dia berada pada pihak tersebut.
Masyarakat yang memiliki tingkat intelektual yang rendah dan
situasi masyarakat yang anomi menuntut peran yang lebih besar dari penguasa
untuk melakukan inisiatif dan pengaturan.
Manusia akan mengikuti perubahan yang terjadi ketika tidak
memiliki daya daya tawar dan kemampuan untuk mengoreksi.
Unsur kekuasaan yang digunakan :
Kekuasaan Politik
Kekuasaan Ekonomi
Kekuasaan Moral.
Tujuan
yang ingin dicapai perubahan orientasi dan kemauan mengikuti arah perubahan.
Sebagai strategi dasar, operasionalisasinya akan terkait dengan pendekatan dan
model pengembangan masyarakat yang digunakan. Untuk itu, perlu diperhatikan
komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi pengembangan
masyarakat.
Penutup
Strategi
memiliki kedudukan yang cukup sentral dalam proses pengembangan masyarakat.
Tanpa strategi, ideologi dan komitmen dalam pengembangan masyarakat menjadi
hanya sebatas retorika yang tanpa makna. Aksi yang dilakukan tanpa menggunakan
strategi yang tepat tidak dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan
Post a Comment
komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau