Sunday, February 16, 2014

0 Satriawan: Sang Pewaris Profesi "PETANI"






Kisah ini, adalah kisah nyata yang saya ambil dari perjalanan hidup seorang generasi muda Lombok, dalam penulisan kisah ini, tidak ada unsur-unsur yang kebohongan dan untuk membuka aib perjalan hidup, namun sebagai pelajaran akan bagaimana memilih jalan hidup, karena manusia harus memilih dan menentukan jalan hidupnya agar tidak abu-abu, dan amburadul kedepannya, bahkan sejak dini kita harus menemukan jati diri kita sebagai manusia agar tidak salah jalan dan menjadi sampah di masyarakat. namun, paling tidak kita bisa menjadi lebih berarti untuk keluarga, dan diri kita sendiri dalam menjalani hidup yang singkat ini.

Karena bagi saya (Satriawan) hidup bukanlah menjadi orang hebat yang bisa dikenal oleh seluruh dunia, namun ditakuti dan disegani oleh malaikat Tuhan akan kebaikan dan rasa tanggung jawab kita sebagai hamba Tuhan yang sedang berjalan untuk menemukan jalan Syurga. Karena kehidupan abadi akan lebih menakutkan ketika kita menjadi hamba yang tidak taat akan jalan Tuhan, dan menyenangkan ketika kita berani melawan jalan Syaitan, dan selalu berserah diri kepada Allah SWT.

Namaku Satriawan, bisa dipanggil awan. Lahir dari keluarga sederhana namun memiliki semangat hidup dan perjuangan masa depan yang sangat tinggi. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara, adek ku yang pertama cewek, dan yang kedua adalah laki-laki. Kami hidup ditempat yang terpencil namun adalah objek wisata yang sangat indah, kegiatan sehari-hari ku membantu orang tua dalam hal pertanian, karena orang tua ku adalah berprofesi sebagai seorang petani.

Sejak aku lulus SD, aku menjadi anak laki-laki yang sedikit bandel, suka berkeliaran, namun tidak lupa membantu orang tua saya. Hal ini saya lakukan untuk meringankan bebas orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun bukan berarti kami adalah keluarga miskin, akan tetapi bisa dibilang hidup yang berkecukupan sederhana. Berkecukupan sederhana yang saya maksud adalah ada namun tidak begitu banyak, alias mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan membiayai saya dan adek-adek saya untuk terus sekolah.

Sebagai seorang anak pertama, seharusnya lebih berpikir dewasa dalam bertindak, lebih bijak, serta mampu memikirkan masa depan adek-adek saya. Namun kenyataannya adalah saya hanya mampu memenuhi dan membantu orang tua saya apa adanya. Dengan pergaulan kelas bawahan, yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang baik dan mampu dijadikan sebagai panutan dan pelajaran, membuat saya terperanguh dan tidak bisa meneruskan sekolah saya kejenjang yang lebih tinggi, baik thu SMP, SMA, dan S1.

Sejak berumur sekitar 18 tahun, akhirnya saya memutuskan untuk menikah, karena pada waktu itu, saya sedang-sedang merasakan jatuh cinta yang hebat, bisa dibilang “cinta monyet”. Namun keputusan ini saya ambil tidak berdasarkan keegoisan saya maupun yang lainnya. melainkan atas dasar pikiran saya yang sudah tak sanggup melihat orang tua saya berkorban mati-matian untuk memberikan jaminan pendidikan yang sebaik-baiknya untuk masa depan saya. Hanya saja, saya yang tidak mampu melaksanakan itu semua, perjalanan yang pahit dan pergaulan yang tidak terarah membuat otak saya menjadi buntu terhadap dunia pendidikan. Jika orang tua saya terus mati-matian memperjuangkan untuk pendidikan saya, saya rasa akan menjadi sia-sia.

Setiap orang terlahir dengan pengetahuan dan pengalaman masing-masing, kemampuan dan keahlian masing-masing, serta hal-hal yang membuatnya menjadi seseorang yang berbeda dari yang lainnya. walaupun saya tidak berpendidikan, namun saya percaya bahwa Allah SWT. Akan memberikan jawaban kepada setiap hambanya tentang bagaimana mengelola dan berjuang dalam hidup ini. Dan hal itu, terbukti ketika saya sudah berkeluarga dan memiliki anak yang manis dan lucu, saya bekerja dan menggarap sawah dengan penghasilan yang lumayan, bahkan bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Hanya saja karena pernikahan kami yang masih dibawah umur, membuat kami tidak bisa mengontrol dan mengelola uang dengan baik. sehingga setiap pendapatan habis untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak memiliki tabungan untuk jangka panjang.

Hidup memang tak membutuhkan banyak bicara, banyak bicara dibutuhkan ketika mencari ide-ide yang cemerlang saat diskusi bersama kawan-kawan atau keluarga dalam mencari solusi yang tepat. Setelah itu, banyak bicara hanya membuang waktu dengan percuma, karena tindakan yang nyata adalah pembuktian yang sesungguhnya terhadap keluarga, kawan maupun yang lainnya. dan hal ini, menjadi salah satu arah dalam hidup saya. Lebih baik bertindak dari pada ngomong panjang lebar namun tidak memiliki hasil. Sebagai kepala keluarga yang harus bertanggung jawab, dank arena saya tidak memiliki ijazah untuk bekerja ditempat-tempat yang lebih baik, profesi keturunan adalah langkah yang tepat untuk saya lakukan. Di mana profesi menjadi petani merupakan jawaban untuk mencoba bertahan dan berjuang untuk membiayai keluarga.

Dan saya hanya bisa bersyukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan jalan untuk saya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, walau bagi sebagian orang, generasi muda saat ini, menjadi petani adalah hal yang salah, tidak akan menaikkan derajat keluarga. Akan tetapi bagi saya, ini adalah jalan Tuhan, sebuah jalan yang sudah digariskan kepada saya untuk dijalani. Namun, saya bisa mengatakan bahwa pendapatan saya dalam tiga bulan, bisa mengalahkan gaji PNS yang ada di indonesia ini.

Nama lengkap saya adalah Satriawan, nama orang tua saya adalah Amaq Awan dan Inaq Awan. Diambil dari nama panggilan saya (awan), karena saya adalah anak pertama. Nama adek perempuan saya adalah Siti Aisyah, dan nama adek laki-laki saya adalah Husnan. Saya tinggal di Desa Mekar Sari, Dusun Tampah (pariwisata LOTENG), Kec. Prabar. Kab. LOTENG.

Catatan saya (Satriawan): hidup ini memang indah, memahami profesi bukan dari nama profesi tersebut, namun seberapa banyak penghasilan yang kita dapatkan dari profesi tersebut. Salam sukses.


SEMOGA KISAH INI, ADA MANFAATNYA BUAT TEMEN-TEMEN SEMUANYA.


Post a Comment

komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau

Simak juga Post Sarjana Muda 45 Minggu ini

Hidup hanyalah sekedar jalan-jalan untuk menikmati kehidupan, hidup hanyalah sekedar hembusan nafas untuk melangkah menikmati jeruji Tuhan, hidup hanyalah gambaran Tuhan akan kehidupan yang lebih abadi. Oleh karena itu…, tak perlu rebut, tak perlu risau, tak perlu bingung, tak perlu galau, tak perlu merasa tertipu, tak perlu merasa bahwa hidup ini tak adil, tak perlu memberontak, tak perlu bangga, tak perlu sombong. Yang perlu kita lakukan adalah menikmati setiap proses yang ada, karena proses akan menentukan bahwa jalan-jalan dibumi yang kita lakukan sukses atau gagal. (Surga ataukah Neraka).

Data Pengunjung

Popular Posts

My Archive RLM

 

Negara Pengunjung RLM


PUTRA NTB MENULIS
SEO Stats powered by MyPagerank.Net

Statistic RLM

LOGO

LOGO
PUTRA LOMBOK MENULIS "BATUJAI"

Translate