Friday, May 24, 2013

0 Keberlangsungan Pasar Tradional Dalam Pembangunan Pasar Modern





Pertanyaan awal yang ingin aku diskusikan adalah apakah pasar tradisonal akan utuh atau bertahan ketika pemerataan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah?

Pasar tradisonal adalah pasar masyarakat yang masih bersifat tradisional, dimana tempat bertemunya penjual dan pembeli dalam skala murah atau bisa terjangkau oleh masyarakat menegah kebawah. Pasar umum yang memiliki berbagai macam barang dagangan, baik dari alat-alat kebutuhan rumah tangga sampai pada kebutuhan badan. Dalam aktivitas pasar tradisional biasanya lebih banyak masyarakat menegah dan menengah kebawah, karena masih bisa dilakukan tawar menawar harga, tidak sesuai dengan harga yang sudah ditetapkan. Misalnya dari harga baju Rp.45.000 bisa ditawar lebih rendah dengan harga Rp. 35.000 s/d Rp. 25.000.
Sedangkan pasar modern adalah pasar Pasar Modern adalah pasar tradisional yang berkonsep modern dimana barang-barang diperjualbelikan di suatu tempat yang bersih dan nyaman. Di dalam pasar bersih ini menyediakan berbagai jenis dagangan yang telah dikelompokkan seperti ikan, daging, buah-buahan, dan sayur-sayuran sehingaa konsumen bisa mendapatkan kenyamanan dalam berbelanja. Konsep utama dari pasar modern adalah menyediakan segala bahan kebutuhan pokok konsumen dengan tempat yang bersih, tidak becek, dan tidak bau.
Konsep pasar modern terdiri dari dari 3 jenis tempat usaha yang terintegrasi, yakni ruko, kios dan lapak. Letak lapak berada di tengah-tengah bangunan dan hanya untuk disewakan. Lapak dibagi menjadi dua jenis, lapak kering dan lapak basah. Lapak kering digunakan sebagai tempat berjualan sayur, bumbu dapur dan kebutuhan lain. Lapak basah khusus menjual berbagai jenis ikan dan daging. Di sekeliling lapak terdapat kios dengan berbagai ukuran. Untuk kios dikhususkan menjual kebutuhan penunjang lainnya seperti sembako, peralatan rumah tangga, kosmetik dan obat. Lapak dan kios ini dibungkus ruko dua lantai di bagian luarnya, dengan gaya arsitektur modern yang menarik.
Sedangkan menurut Mr. Wiki Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Yogyakarta, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.
Sedangkan Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah hypermart, pasar swalayan (supermarket), dan minimarket. Pasar dapat dikategorikan dalam beberapa hal. Yaitu menurut jenisnya, jenis barang yang dijual, lokasi pasar, hari, luas jangkauan dan wujud.
Dari perbandiangan antara pasar modern dengan pasar tradisional inilah yang kemduian menjadikan beberapa orang yang memiliki kepentingan didalamnya, merubah pola dan bentuk dari pasar tradisional menuju pasar modern demi pembangunan desa maupun kota yang ada, menuju tata letak dan kebersihan yang bisa terjamin dan terjaga. Banyak sudah pasar-pasar tradisional dirubah menjadi pasar modern, pengalihan fungsi ini merupakan dampak dari perkembangan pasar modern yang ada di indonesia ini, misalnya; pasar-pasar tradisional di ibu kota besar.
Seperti yang ditulis oleh Prof. Dr. Purbayu Budi S., MS. (Guru Besar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang.) “Bijak Menata Pasar” dalam sebuah artikel http://www.feb.undip.ac.id. Revitalisasi pasar tradisional yang dilakukan di sekitar wilayah Yogyakarta, Solo, dan Semarang, banyak mengalami hambatan. Misalnya, revitalisasi pasar tradisional yang dilakukan di sejumlah pasar di Semarang, justru aktivitasnya tidak optimal. Lalu Pasar Dargo yang kondisinya menjadi semakin tidak lebih baik dibandingkan sebelum diadakan renovasi. Contoh lain, kondisi Pasar Sampangan Baru, yang lokasi lamanya akan dialihfungsikan, kondisinya belum optimal, di mana lantai dua hanya dihuni sejumlah kecil pedagang sementara lantai tiga tidak ada penghuninya sama sekali.
Memang revitalisasi pasar tradisional, dalam arti pembangunan pasar tradisional dapat berupa alih fungsi, renovasi atau membangun pasar yang baru. Revitalisasi pasar tradisional terasa begitu mendesak sekarang ini karena serbuan pasar modern, baik berupa hipermarket, supermarket maupun minimarket. Perkembangan pasar modern begitu cepatnya menjangkau berbagai daerah, terlebih untuk minimarket sudah masuk ke kawasan terpencil seperti daerah pedesaan. Tanpa kontrol dengan peraturan yang membatasi, bukan saja pasar tradisional yang makin tertinggal, akan tetapi berbagai warung rakyat kecil banyak mengalami penurunan dalam penjualan berbagai produksinya.
Pasar tradisional dulunya merupakan tulang punggung kehidupan masyarakat dan bisa jadi ikon suatu daerah. Sebagai misal pada tahun 1970-an Kota Semarang adalah identik dengan pasar Johar dan pasar Johar adalah juga Semarang. Hal itu karena bisa jadi pasar Johar pada waktu itu pasar terbesar, jaya dan termasuk megah di Asia Tenggara. Begitu juga di Solo terkenal Pasar Klewer dan Yogyakarta dengan pasar Beringharjo.
Sebenarnya Pasar tradisional dapat direvitalisasi sehingga ekonomi rakyat tidaklah tenggelam dalam persaingan dengan pasar modern. Bukan saja pendekatan ekonomi yang cenderung kepada proyek yang dilakukan, akan tetapi pendekatan budaya mestinya dilakukan. Keadaan ini disebabkan budaya sebagai suatu yang telah dianut dan dipegang masyarakat secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, tidak begitu mudah dihilangkan, diabaikan atau tidak dimasukkan dalam suatu perencanaan.
Bukan saja pembangunan pasar yang mengalami kegagalan akibat tidak memperhatikan budaya, akan tetapi pembangunan berbagai proyek lainnya di berbagai daerah mengalami nasib yang serupa. Pernah penulis di suatu daerah diminta sebagai narasumber dari pembangunan pabrik gula mini, di mana diharapkan pemasok gulanya langsung dari penderes. Keadaan yang sudah turun-temurun dengan hubungan yang saling menguntungkan antara penderes dan pedagang pengepul (patrol-client) mau diputus rantai lembagaannya, rasanya agak mustahil dijalankan. Saran pendekatan budaya dan ekonomi yang dilakukan penulis tidak dilakukan, akhirnya proyek tersebut sekarang mangkrak. Keadaan serupa pada proyek pembangunan lainnya, termasuk pasar tradisional, mudah ditemui karena pendekatannya hanya parsial bukan menyeluruh.

Belajar dari Pihak Lain

Para pemangku perbaikan pasar di berbagai daerah hendaknya belajar dari daerah lain yang sukses membangun pasar tradisionalnya. Dari Surakarta dapat belajar bagaimana Walikota Surakarta, Joko Widodo (Jokowi), berhasil merelokasi pedagang kaki lima di kawasan Banjarsari setelah melakukan lobi makan bersama sampai 53 kali, ke lokasi baru yang lebih menjanjikan, baik sarana dan prasarananya. Para pedagang hanya akan membayar biaya retribusi sebesar Rp 2.600 per hari di tempat baru yang suasananya lebih bagus dari tempat para PKL berdagang yang lama.
Dengan retribusi sebesar itu, modal pemerintah sebesar Rp 9,8 miliar untuk membangun lokasi baru itu diperkirakan dapat kembali pada kurun 9 tahun. Bukan hanya itu, Jokowi juga akan mempromosikan tempat berdagang baru itu selama empat bulan di media lokal. Jokowi juga memperluas jalan menuju pasar dan membuat satu trayek angkutan kota baru. Hasilnya, Jokowi berhasil menata ulang pasar di antaranya Pasar Klithikan Notoharjo, Pasar Nusukan, Pasar Kembalang, Pasar Sidodadi, Pasar Gading, pusat jajanan malam Langen Bogan, serta pasar malam Ngarsapura.
Saat relokasi dilakukan, Jokowi menggelar arak-arakan sepanjang jalan menuju Pasar Klithikan dengan iringan musik klenengan khas Solo. Jokowi juga menghadirkan Prajurit Keraton agar timbul rasa kebanggaan pada diri para PKL. Faktanya, para PKL sangat legawa saat pindah lokasi ke tempat yang baru. Bahkan konsumsi dan perlengkapan arak-arakan mereka biayai sendiri. Ini jarang terjadi di daerah lain yang biasanya relokasi selalu bersinggungan dengan kekerasan. Sebanyak 989 PKL dipindah tanpa gejolak, bahkan secara antusias para PKL itu mendukung program pemerintah dengan suka cita.
Demikian juga Pasar Cokro Kembang di Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Klaten yang diresmikan beberapa waktu lalu oleh Menteri Perdagangan Gita Wirjawan senilai Rp 7,611 miliar itu dijadikan pasar percontohan nasional. Pasar itu dilengkapi sarana dan prasarana lainnya yang memadai seperti taman, CCTV 24 jam, parkir, jalan dalam pasar yang lebar, MCK dan lainnya. Pasar ini gratis, jadi pedagang tak perlu berinvestasi sepeser pun. Ke depan perkembangannya akan terus diikuti, karena ada CCTV yang semestinya bisa dipantau dari jauh lewat satelit. Dengan demikian, pembangunan pasar tradisional tidaklah menggusur pedagang lama, akan tetapi dilengkapi dengan infrastruktur yang memadai, sehingga para pembeli dapat merasa nyaman berbelanja di sini. Kearifan lokal dan modal sosial yang sudah turun-temurun dari dulu sampai sekarang tetap terpelihara dengan baik, bukan lantas menghasilkan generasi yang individualis, acuh dengan kondisi sekitar, dan yang lebih membahayakan adalah hedonis dan materialistis.
Contoh keberhasilan revitalisasi pasar tradisional dapat dilihat pada pembangunan Pasar Segamas di Purbalingga beberapa waktu lalu yang tidak menggusur pedagang lama, dan tidak memakai investor dari luar. Dengan memakai kekuatan dana dari dalam dan bantuan pemerintah daerah dan pusat, maka pasar tersebut ramai dikunjungi oleh para konsumen yang merasa betah dan nyaman belanja di pasar tersebut. Teladan lainnya, adalah revitalisasi Pasar Baru di Bandung yang tetap menjadi daya tarik konsumen berbagai daerah lainnya, bahkan sebagai rujukan para wisatawan. Di samping penempatan kios pedagangnya rapi berdasarkan jenis barang yang dijual, harga bersaing (tawar-menawar), dilengkapi dengan lift maupun sarana dan prasarana lainnya yang memuaskan. Demikian juga, revitalisasi pasar Tanah Abang sebagai pasar tekstil ternama di Asia Tenggara, sehingga di pasar tersebut para pedagang lokal dan mancanegara dapat bertransaksi.
Revitalisasi pasar tradisional bukan lantas di kotak-kotak untuk kepentingan pemerintah daerah, kenyamanan pedagang dan pembeli, akan tetapi bagi kepentingan kemajuan kita bersama dalam memajukan ekonomi rakyat. Tanpa keberpihakan kepada ekonomi rakyat, yang salah satunya dilakukan dengan revitalisasi pasat tradisional, maka di masa depan banyak pihak yang akan menyesal karena kebijakan yang diambil justru menguntungkan segelintir orang, dan merugikan banyak pihak. Jadi buatlah ajang musyawarah dengan para pemangku kepentingan dalam pasar guna merevitalisasi pasar. Serta laksanakan pembangunan pasar tradisional dengan pendekatan yang menyeluruh di mana orientasi kepada kepentingan rakyat banyak, mutlak dilakukan.


Post a Comment

komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau

Simak juga Post Sarjana Muda 45 Minggu ini

Hidup hanyalah sekedar jalan-jalan untuk menikmati kehidupan, hidup hanyalah sekedar hembusan nafas untuk melangkah menikmati jeruji Tuhan, hidup hanyalah gambaran Tuhan akan kehidupan yang lebih abadi. Oleh karena itu…, tak perlu rebut, tak perlu risau, tak perlu bingung, tak perlu galau, tak perlu merasa tertipu, tak perlu merasa bahwa hidup ini tak adil, tak perlu memberontak, tak perlu bangga, tak perlu sombong. Yang perlu kita lakukan adalah menikmati setiap proses yang ada, karena proses akan menentukan bahwa jalan-jalan dibumi yang kita lakukan sukses atau gagal. (Surga ataukah Neraka).

Data Pengunjung

Popular Posts

 

Negara Pengunjung RLM


PUTRA NTB MENULIS
SEO Stats powered by MyPagerank.Net

Statistic RLM

LOGO

LOGO
PUTRA LOMBOK MENULIS "BATUJAI"

Translate