Thursday, March 7, 2013

0 Tangguhnya Singa Kampus Vs Lelapnya Matahari




Perjalanan generasi menuju kedewasaan memang berubah-ubah, seiring dengan keadaan dan waktu yang dilewati (lemah-meningkat-kuat-semakin kuat-mengendor-lemah) suatu gambaran yang tidak bisa dibantahkan lagi, karena manusia tidak bisa kuat selamanya (bayi-anak-anak-remaja-dewasa-tua) hingga pada akhirnya akan kekal selamanya. Perjalanan itu pun tak semerta-merta semua generasi sama (anak petani - anak nelayan - anak pedagang - anak pejabat) anak petani belajar seperti petani, anak nelayan belajar seperti nelayan, anak pedagang belajar seperti pedagang dan anak pejabat belajar seperti pejabat.

Ø  Anak Petani biasanya dididik ala petani, rajin, pantang meyerah bagaikan cangkul yang kuat dalam menembus tanah. Orang tua biasanya berharap anaknya menjadi generasi yang lebih baik, walau harus bekerja keras untuk membiayai.
Ø  Anak Nelayan. Tak jauh beda dengan anak petani, harus tangguh dalam melewati samudra walau ombak dengan dengan ganas menerkam.
Ø  Anak Pedagang. Harus pandai mengkalkulasikan sekecil apapun kerugian dan keuntungan yang dihadapi, sehingga biasanya anak pedagang tak terlepas dari pengajaran berdagang walau terkadang tidak nyata.
Ø  Anak Pejabat. Biasanya mendapat pengajaran instan, tidak ada proses berat dalam menghadapi hidup (takut kotor, takut kelaparan dan lain-lain). Dan biasanya pengajaran yang didapat tidak terlepas dari lingkung hidup orang tuanya (pejabat).

Dari generasi-generasi itu kemudian berada pada tempat yang satu (kampus), perguruan tinggi yang akan mendidik mereka menjadi generasi yang bisa membawa perubahan bagi bangsa karena mahasiswa memiliki sebuah tugas dari beberapa tugas yang diemban, yakni; mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) sehingga tak ada alasan lagi bahwa mahasiwa dikatakan bodoh, kalau gak percaya lihat saja gelarnya (MAHAsiswa-agent of change). Namun jangan salah ketika mahasiswa tidak bisa berbuat apa-apa, bodoh dan tidak bisa berbicara didepan orang banyak (kerjaannya hura-hura aja) sehingga tidak jauh beda dari sebelumnya.

Pemikirannya masih seperti biasa, tak mampu memecahkan masalah dan hanya bisa melawan diri sendiri (marah akan keadaan dirinya) namun tak pernah mencoba melakukan perubahan terhadap kondisinya tersebut. Akan tetapi, apakah kita harus menyalahkan mahasiswa ketika seperti itu? Jawaban saya TIDAK, karena memang mahasiswa akan menjadi generasi bangsa yang akan menggantikan generasi yang sekarang, dah hal tersebut tidak bisa dipungkiri.

Dunia saat ini adalah dunia hiburan, sebuah dunia baru yang dikenal dengan dunia teknlogi komunikasi, tidak seperti dunia pada zaman dahulu. Salah satu kenapa saya menjawab tidak adalah karena hal tersebut (dunia hiburan). Coba deh kita bandingkan pada layar media dan disuguhkan didepan layar kaca televise anda, pendidikan kah yang lebih banyak ketimbang hiburan? Sekolah-sekolah yang banyak dimunculkan hanya saja pada sekolah-sekolah yang hancur (sekolah yang tidak terawat) baik dari pisiknya maupun dari yang lainnya, sedangkan dunia hiburan begitu mewah dan megahnya panggung yang disuguhkan, saya rasa hal tersebut tidak sebanding.

Dari sisi lain misalnya. Para pengemis jalanan sedang mencari sesuap nasi untuk mengganjal perutnya agar bisa melihat hari esok, para politik elit dan pejabat tinggi sedang adu mulut dilayar media. Hal tersebut juga, saya rasa tidak relevan sekali. Sebuah pandangan yang membuat rakyat kecil semain panas sehingga para rakyat kecil selalu berjuang untuk menyekolahkan anak-anaknya setingi-tingginya. Agar kelak tak menjadi bodoh dan dibodoh-bodohi.

Sejak siswa menjadi mahasiswa, idiologi terhadap nama tersebut sudah dipertaruhkan (menang dan kalah, lemah dan kuat) sehingga mau tidak mau mahasiswa harus merubah pola pandangnya dan menemukan jati diri sebagai seorang mahasiswa. Bukan hanya sekedar menjadi mahasiswa namun harus mampu menjaga identitasnya dengan baik sebagai seorang agent of change, jika tidak maka tak akan ada artinya dimata masyarakat, hanya saja dipandang sebagai anggota masyarakat yang tinggal ditempat tersebut, apakah sebagai seorang mahasiswa tidak memiliki rasa malu jika hal tersebut terjadi? Jawabannya antara YA dan TIDAK.

Secara nyata, garda depan masyarakat adalah mahasiswa, karena mahasiswa sedikit-sedikit mengatasnamakan masyarakat yang terdiskriminasikan sehingga mahasiswa sering turun kejalan untuk bersuara (menghembuskan kata-kata perubahan demi rakyat). Mahasiswa bagaiakan singa lapar yang siap menerkam mangsa, terus berjuang demi demokrasi yang bersih tercipta di Negara tercinta ini, sebuah Negara yang damai, aman dan sejahtera, baik dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Namun sampai hari ini hal tersebut tidak pernah didapatkan, korupsi terus terjadi, rakyat semakin merasakan penderitaannya (banjir dimana-mana, kelaparan, kemiskinan dan tidak adanya kesejahteraan yang diciptakan oleh Negara ini).

Teguhnya Singa Kampus Vs Lelapnya Matahari…?

Ketika menjadi mahasiswa (generasi bangsa), tak letih-letihnya mengatasnamakan rakyat, perubahan demi rakyat, kesejahteraan demi rakyat, rakyat terbodohkan, rakyat terdiskriminasikan dan lain sebagainya. Sebuah gelora yang membara didalam dada mahasiswa demi perubahan yang nyata, disaat seperti inilah mahasiswa menjadi garda depan yang penting bagi rakyta, tanpa mahasiswa, mungkin rakyat tidak akan bisa menyalurkan aspirasi kepada para pemegang kebijakan (toh juga, pencetus-pencetus ORMAS adalah mahasiswa atau pernah menjadi mahasiswa).

Pejabat Negara adalah bekas siswa atau mahasiswa “pejabat Negara semuanya pernah merasakan dunia pendidikan, baik itu sampai SMA maupun sampai diperguruan tinggi” Inilah yang kemudian menjadi pembahasaan yang menarik bagi saya, yakni “tangguhnya singa kampus dan lelapnya matahari” yang artinya adalah ketika menjadi mahasiswa, tak henti-hentinya mengatasnamakan perubahan dmei rakyat, tak ada demonstrasi yang tidak mengatasnamakan rakyat (buruh, nelayan dan petani serta yang lainya = rakyat). namun setelah menjadi pejabat, tak lagi atas nama rakyat melainkan atas nama negara, rakyat boleh miskin namun Negara harus tetap kaya.

Post a Comment

komentar anda sangat berarti bagi kami, terima kasih telah membaca blog Rantauan Lombok Merantau

Simak juga Post Sarjana Muda 45 Minggu ini

Hidup hanyalah sekedar jalan-jalan untuk menikmati kehidupan, hidup hanyalah sekedar hembusan nafas untuk melangkah menikmati jeruji Tuhan, hidup hanyalah gambaran Tuhan akan kehidupan yang lebih abadi. Oleh karena itu…, tak perlu rebut, tak perlu risau, tak perlu bingung, tak perlu galau, tak perlu merasa tertipu, tak perlu merasa bahwa hidup ini tak adil, tak perlu memberontak, tak perlu bangga, tak perlu sombong. Yang perlu kita lakukan adalah menikmati setiap proses yang ada, karena proses akan menentukan bahwa jalan-jalan dibumi yang kita lakukan sukses atau gagal. (Surga ataukah Neraka).

Data Pengunjung

Popular Posts

My Archive RLM

 

Negara Pengunjung RLM


PUTRA NTB MENULIS
SEO Stats powered by MyPagerank.Net

Statistic RLM

LOGO

LOGO
PUTRA LOMBOK MENULIS "BATUJAI"

Translate